MAKALAH
ORGANISASI
KURIKULUM
Disusun guna memenuhi tugas semester 3
Mata Kuliah : Pengembangan Kurikulum
Dosen Pengampu : Drs.
Abdul Rohman, M.Ag.
Disusun Oleh :
1.
Iswanto 113511100
2.
Sudarsono 113511106
3.
Heri Sucipto 113511120
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Tentu telah kita
pahami bahwa kurikulum merupakan sesuatu yang sangat diperlukan dalam dunia
persekolahan. Tanpa adanya sebuah kurikulum, dipastikan proses pendidikan tidak
akan terarah dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Guru akan kesulitan
menjabarkan urutan dan cakupan materi pembelajaran yang ditempuhnya, proses
pembelajaran yang diselenggarakan, alat atau media yang digunakan, penilaian
yang perlu dilakukan, dan sebagainya. Salah satu hal yang penting
dari kurikulum adalah organisasi kurikulum itu sendiri.
Struktur program dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
struktur horizontal dan struktur vertikal. Struktur horizontal berkaitan dengan
bagaimana bahan atau mata pelajaran diorganisasikan atau disusun dalam
pola-pola tertentu. Adapun struktur vertikal berkaitan dengan sistem
pelaksanaan kurikulum di sekolah. Melalui organisasi kurikulum ini, guru
dan pengelola pendidikan akan memiliki gambaran yang jelas tentang tujuan
program pendidikan, bahan ajar, tata urut dan cakupan materi, penyajian materi,
serta peran guru dan murid dalam rangkaian pembelajaran. Cara pengembang
kurikulum mengorganisasikan kurikulum akan berkaitan pula dengan bentuk atau
model kurikulum yang dianutnya. Kita menyadari bahwa cara
mengorganisasikan kurikulum itu bermacam-macam. Tidak satu cara. Masing-masing
cara memiliki kekuatan dan kelemahan. Sebagai guru atau pendidik, kita
pun berperan sebagai pengembang kurikulum yang perlu memahami dengan baik
bagaimana kurikulum diorganisasikan.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut diatas, permasalahan yang akan diteliti dalam makalah ini adalah.
1.
Pengertian organisasi kurikulum.
2.
Prosedur pengoganisasian Kurikulum.
3.
Jenis-jenis organisasi kurikulum.
4.
Strategi pelaksanaan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Organisasi kurikulum adalah struktur
program kurikulum yang berupa kerangka umum program-program pengajaran yang di
sampaikan kepada peserta didik guna tercapainya tujuan pendidikan atau
pembelajaran yang di tetapkan.[1]
Organisasi kurikulum merupakan asas yang sangat penting bagi proses
pengembangan kurikulum dan berhubungan erat dengan tujuan pembelajaran, sebab
menetukan isi bahan pembelajaran, menentukan cara penyampaian bahan
pembelajaran, menentukan bentuk pengalaman yang akan di sajikan kepada terdidik
dan menentukan peranan pendidik dan terdidik dalam implementasi kurikulum.
Organisasi kurikulum terdiri dari mata pelajaran tertentu yang secara
tradisional bertujuan menyampaikan kebudayaan atau sejumlah pengetahuan, sikap
dan ketrampilan yang harus diajarkan kepada anak-anak. Setiap organisasi
kurikulum memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing baik yang bersifat
teoritis maupun praktis. Implementasi kurikulum di pengaruhi dan bergantung
kepada beberapa factor terutama guru, kepala sekolah, sarana belajar dan orang
tua murid.[2]
Dalam proses pengembangan kurikulum
organisasi berperan sebagai suatu metode untuk menentukan seleksi dan
pengorganisasian pengalaman-pengalaman belajar yang di selaenggarakan oleh
sekolah, organisasi kurikulum menunjukkan peranan guru, peserta didik dan
lain-lain yang terlibat aktif dalam proses perencanaan kurikulum.[3]
Struktur program dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal
dan struktur vertical. Struktur horizontal berhubungan dengan masalah
pengorganisasian atau penyusunan bahan pelajaran kedalam pola tertentu,
sedangkan struktur vertikal berhubungan dengan masalah system-sistem
pelaksanann kurikulum sekolah, termasuk di dalamnya system pengalokasian waktu.[4]
B. Prosedur
pengoganisasian Kurikulum
Dalam organisasi kurikulum ada
beberapa factor yang perlu di perhatikan, yakni ruang lingkup (scope),
urutan (squence), dan penempatan bahan (grade placement).[5]
1.
Ruang lingkup bahan, adalah keseluruhan materi pelajaran dan
pengalaman yang akan di berikan dari suatu bidang studi mata pelajaran atau
dari suatu pokok bahasan tertentu.
2.
Urutan bahan, adalah penyusunan bahan pelajaran menurut
aturan tertentu secara berurutan, menunjukkan sistematika dan merupakan
penyampaian serta penangkapan oleh para siswa.
3.
Penempatan bahan, adalah penempatan satu atau beberapa bahan
pelajaran untuk kelas tertentu.[6]
Hamalik berpendapat di dalam bukunya Muhammad Zaini,
pengorganisasian kurikulum terdapat beberapa prosedur yang meliputi :
1. Prosedur Pembelajaran
Pemilihan isi kurikulum didasarkan atas materi yang
terkandung di dalam buku pelajaran atau sejumlah buku pelajaran yang telah
dipilih oleh sebuah panitia tertentu.
2. Prosedur survey pendapat
Pemilihan dan pengorganisasian isi kurikulum dilakukan
dengan jalan mengadakan survey atau penelitian terhadap pendapat berbagai
pihak.
3. Prosedur studi kesalahan
Prosedur ini dilaksanakan dengan jalan mengadakan analisis
terhadap kesalahan, kekeliruan, kelemahan atau kebaikan atas hasil-hasil atau
pengalaman kurikuler.
4. Prosedur mempelajari kurikulum
lainnya
Prosedur ini dapat disamakan dengan metode tambal sulam
dengan mempelajari metode sekolah lain, guru atau sekolah dapat menetapkan atau
menentukan isi kurikulum untuk sekolahnya sesuai dengan tujuan.
5. Analisis kegiatan orang dewasa
Melalui prosedur ini terlebih dahulu diadakan studi terhadap
kegiatan-kegiatan dalam kehidupan untuk menemukan sejumlah kegiatan yang di
perkirakan berguna untuk di pelajari oleh para siswa di sekolah. Kegiatan
yang dianalisis adalah yang berkenaan dengan pekerjaan atau jabatan.
6. Prosedur fungsi sosial
Prosedur ini bertalian dengan prosedur analisis kegiatan
masyarakat. Masyarakat melakukan banyak fungsi sosial dalam kehidupannya yang
bermacam ragam dan bentuknya, dan berada dalam daerah kehidupan tertentu,
fungsi yang telah di tentukan, diklasifikasikan menjadi sejumlah area of
living.
7. Prosedur minat kebutuhan
Menurut prosedur ini, minat dan kebutuhan juga melibatkan
persistent problem, tetapi scope dan sequence-nya di dasarkan
atas siswa dan berkenaan dengan fungsi-fungsi personal dan social.[7]
C. Jenis-jenis
organisasi kurikulum
1. Mata pelajaran terpisah (separated
curriculum)
Kurikulum ini menyajikan segala
bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran yang terpisah-pisah satu
sama lain, terlepas dan tidak mempunyai kaitan sama sekali sehingga
banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya.[8]
Beberapa hal positif dari separated curriculum ini adalah: Bahan pelajaran
disajikan secara sistematis dan logis dapat dilaksanakan untuk mewariskan
nilai-nilai budaya terdahulu. Kurikulum ini mudah diubah dan dikembangkan.
Bentuk kurikulum ini mudah dipola, dibentuk, didesain bahkan mudah untuk
diperluas dan dipersempit sehingga mudah disesuaikan dengan waktu yang ada. Sedangkan
beberapa kritik terhadap kurikulum ini antara lain: Mata pelajaran
terlepas-lepas satu sama lain. Tidak atau kurang memperhatikan masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut psikologis, kurikulum demikian
mengandung kelemahan: banyak terjadi verbalitas dan menghafal serta makna
tujuan pelajaran kurang dihayati oleh anak didik. Kurikulum ini cenderung
statis dan ketinggalan dari perkembangan zaman.
2. Mata pelajaran gabungan (corelated
curriculum)
Yaitu kurikulum yang menekankan
perlunya hubungan di antara satu pelajaran dengan mata pelajaran lainnya,
tetapi tetap memperhatikan ciri atau karakteristik tiap bidang studi tersebut.[9]
Misalnya Sejarah dan Ilmu Bumi dapat diajarkan untuk saling memperkuat. Ada
tiga jenis korelasi yang sifatnya bergantung dari jenis mata pelajaran.
Korelasi faktual, misalnya sejarah dan kesusastraan. Fakta-fakta sejarah
disajikan melalui penulisan karangan sehingga menambah kemungkinan menikmati
bacaannya oleh siswa. Korelasi deskriptif, korelasi ini dapat dilihat pada
penggunaan generalisasi yang berlaku untuk dua atau lebih mata pelajaran. Misal
psikologi dapat berkorelasi dengan sejarah atau Ilmu Pengetahuan Sosial dengan
menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalam psikologi untuk menerangkan
kejadian-kejadian sosial. Korelasi normatif, hampir sama dengan korelasi
deskriptif, perbedaannya terletak pada prinsipnya yang bersifat moral sosial.
Sejarah dan kesusastraan dapat dikorelasikan berdasarkan prinsip-prinsip moral
sosial dan etika. Beberapa kelebihan kurikulum ini adalah: Dengan korelasi,
pengetahuan murid lebih integral, tidak terlepas-lepas (berpadu). Dengan
melihat hubungan erat antara mata pelajaran satu dengan yang lain, minat murid
bertambah. Korelasi memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam karena
memandang dari berbagai sudut. Dengan korelasi maka yang diutamakan adalah
pengertian dan prinsip-prinsip bukan pengetahuan akan fakta, dengan begitu
lebih memungkinkan penggunaan pengetahuan secara fungsional bagi murid-murid.
Berikut beberapa kelemahan dari kurikukum mata pelajaran gabungan ini adalah:
Sulit untuk menghubungkan dengan masalah-masalah yang hangat dalam kehidupan
sehari-hari, sebab dasarnya subject centered. Brood fields tidak memberikan
pengetahuan yang sistematis dan mendalam untuk sesuatu mata pelajaran sehingga
hal ini dipandang kurang cukup untuk bekal mengikuti pelajaran di perguruan
tinggi.
3. Kurikulum terpadu (integrated curriculum)
Yaitu kurikulum yang menyajikan
bahan pembelajaran secara unit dan keseluruhan tanpa mengadakan batas-batas
antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya.[10]
Ciri-ciri kurikulum terintegrasi ini antara lain: Berdasarkan filsafat
pendidikan demokrasi, berdasarkan psikologi belajar gestalt dan organismik,
berdasarkan landasan sosiologis dan sosiokultural, berdasarkan kebutuhan, minat
dan tingkat perkembangan atau pertumbuhan siswa.
Bentuk kurikulum ini tidak hanya
ditunjang oleh semua mata pelajaran atau bidang studi yang ada, tetapi lebih
luas. Bahkan mata pelajaran baru dapat saja muncul dan dimanfaatkan guna
pemecahan masalah. Sistem penyampaian menggunakan sistem pengajaran unit, baik
pengalaman (experience) atau pelajaran (subject matter unit). Peran guru
sama aktifnya dengan peran murid, sebab guru selaku pembimbing.
Beberpa manfaat kurikulum terpadu ini antara lain:
a) Segala sesuatu yang dipelajari anak
merupakan unit yang bertalian erat, bukan fakta yang terlepas satu sama lain.
b) Kurikulum ini sesuai dengan
pendapat-pendapat modern tentang belajar, murid dihadapkan kepada masalah yang
berarti dalam kehidupan mereka.
c) Kurikulum ini memungkinkan hubungan
yang erat antara sekolah dengan masyarakat.
d) Aktifitas anak-anak meningkat karena
dirangsang untuk berpikir sendiri dan berkerja sendiri, atau kerjasama dengan
kelompok.
e) Kurikulum ini mudah disesuaikan
dengan minat, kesanggupan dan kematangan murid.
Disamping itu kurikulum ini juga mempunyai beberapa
kelemahan yang diantaranya ialah:
a) Guru belum siap untuk melaksanakan
kurikulum ini.
b) Organisasin kurang sitematis
c) Tugas-tuganya memberatkan guru.
d) Tidak memungkinkan ujian umum, sebab
tidak ada unformitas di sekolah-sekolah satu sama lain.
e) Siswa dianggap tidak mampu ikut
serta dalam menentukan kurikulum.
f) Sarana dan prasarana yang kurang
memadai.[11]
Adapun dalam bentuk kurikulum terpadu ini terbagi lagi,
meliputi :
a) Kurikulum inti (core curriculum)
Kurikulum ini bertujuan untuk
mengembangkan integrasi, melayani kebutuhan siswa dan meningkatkan keaktifan
belajar dan hubungan antara kehidupan dan belajar. Ciri yang membedakan
kurikulum inti, yaitu: Kurikulum inti menekankan kepada nilai-nilai sosial,
unsur universalitas dalam suatu kebudayaan memberikan stabilitas dan kesatuan
pada masyarakat. Struktur kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial.
Karakteristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah: Kurikulum ini
direncanakan secara berkelanjutan (continue), selalu berkaitan dan
direncanakan secara terus-menerus. Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan
rangkaian dari pengalaman yang saling berkaitan. Isi kurikulum selalu mengambil
atas dasar masalah atau problema yang dihadapi secara aktual. Isi kurikulum
cenderung mengambil atau mengangkat substansi yang bersifat pribadi maupun
sosial. Isi kurikulum ini difokuskan berlaku untuk semua siswa, sehingga
kurikulum ini sebagai kurikulum umum, tetapi substansinya bersifat problema,
pribadi, sosial dan pengalaman pribadi.
Manfaat kurikulum inti adalah:
Segala sesuatu yang dipelajari dalam unit bertalian erat, kurikulum ini sesuai
dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar, kurikulum ini memungkinkan
hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat dan kurikulum ini sesuai
dengan paham demokrasi serta kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat.
b) Kurikulum yang berlandaskan pada
proses sosial dan fungsi kehidupan (social functions and persistens
situations).
Dalam pengembangan kurikulum ini di
dasarkan pada lingkungan sosial anak didik, sehingga pelajaran yang
diperoleh memiliki fungsi dan makna bagi kehidupan sehari-hari dan tidak
terpisah dengan kondisi masyarakat.[12]
c) Kurikulum yang berpusat pada
kegiatan atau pengalaman (experience and activity curriculum)
Kurikulum ini dikenal juga dengan
sebutan activity curriculum. mengutamakan kegiatan-kegiatan atau
pengalaman-pengalaman siswa dalam rangka membentuk kemampuan yang terintegritas
dengan lingkungan maupun potensi siswa. Kurikulum ini berupaya mengatasi
kelemahan pada subject curriculum, yakni anak lebih banyak menerima (passive).
Rasional penggunaan bentuk kurikulum ini adalah: Belajar dapat terjadi dengan
proses mengalami. Anak dapat belajar dengan baik bila ia dihadapkan dengan
masalah aktual, sehingga dapat menemukan kebutuhan reel atau minatnya. Belajar
merupakan transaksi aktif. Belajar secara aktif memerlukan kegiatan yang
bersifat vital, sehingga dapat berupaya mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan
pribadinya.
D. Strategi
pelaksanaan kuriklum
Strategi pelaksanaan kurikulum
adalah cara-cara yang harus ditempuh untuk melaksanakan suatu kurikulum
sekolah, yang meliputi: pelaksanaan pengajaran atau pembelajaran, penilaian,
bimbingan dan penyuluhan, serta pengaturan kegiatan sekolah secara keseluruhan.
Strategi pelaksanaan kurikulum merupakan bagian yang termasuk dalam bidang
garap pengembang kurikulum. Dengan strategi pelaksanaan kurikulum ini, maka
para pelaksana (kepala sekolah dan guru) mempunyai pedoman kerja yang pasti,
sesuai dengan ketentuan kurikulum yang dijalankan, sehingga kemungkinan
pencapaian tujuan pendidikan menjadi semakin besar.
a. Pelaksanaan Pengajaran
Kalau diingat kurikulum adalah suatu
program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah
tujuan pendidikan. Dalam interaksi pendidikan, pelaksanaan pengajaran merupakan
hal yang sangat penting. Dari pelaksanaan pengajaran inilah hasil suatu proses
pembelajaran (belajar dan mengajar) dinilai berhasil atau tidak.[13]
Di antara hal yang termasuk dalam pelaksanaan pembelajaran adalah pemilihan
metode dan alat atau media pendidikan yang digunakan. Sebagai contoh, dalam
pelajaran Bahasa Indonesia terdapat materi berpidato. Karena berpidato
merupakan sebuah keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, maka metode
yang tepat adalah demonstrasi (praktik pidato). Bukan sekedar mempelajari teori
pidato. Pengetahuan tentang konsep, prosedur, dan strategi pidato memang
diperlukan, tetapi tidak cukup berhenti di situ. Melainkan harus berlanjut
sampai pada praktik berpidato. Selanjutnya agar pembelajaran lebih
menggairahkan, maka diperlukan media audio-visual. Dengan cara ini, siswa dapat
menginspirasi model bagaimana orang dapat berpidato dengan baik. Namun,
pemilihan media audio-visual (rekaman) ini cocok bagi sekolah yang
memiliki fasilitas itu. Bagi sekolah yang tidak mempunyai fasilitas
audio-visual, maka guru harus mencari media lain atau strategi lain yang
sesuai. Misalnya, dengan menugasi anak untuk mencermati kegiatan pidato pada
siaran televisi atau radio di rumah. Strategi pelaksanaan pengajaran
umumnya dalam bentuk tatap muka di kelas, yang dilakukan guru berdasarkan
perencanaan pembelajaran yang disusun sebelumnya. Dalam berbagai perkembangan
kurikulum di Indonesia rencana pembelajaran ini dikenal dengan
istilah-istilah Model Satuan Pelajaran (MSP atau SP), Satuan Pelajaran (Satpel),
atau dalam KTSP dikenal dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam
rencana pembelajaran itu dicantumkan komponen-komponen tujuan atau kompetensi,
kegiatan pembelajaran, bahan pelajaran, metode alat atau media, dan
evaluasinya. Rencana pembelajaran ini disusun untuk kepentingan guru dalam
mengajar.
Strategi pelaksanaan
pengajaran lainnya adalah sistem modul. Modul disusun dalam bentuk
satuan-satuan pelajaran. Modul ini disusun untuk murid. Dengan modul
diharapkan murid dapat belajar sendiri berdasarkan petunjuk-petunjuk yang
dicantumkan. Karena harus memberikan kemungkinan murid belajar sendiri, maka
modul disusun dengan uraian dan jabaran yang lengkap. Strategi pelaksanaan
pengajaran lain adalah Paket Belajar. Untuk pelajar disiapkan paket-paket
pelajaran yang berisi satuan-satuan pelajaran lengkap dengan alat
evaluasi dan umpan baliknya. Strategi ini juga memberikan peluang siswa belajar
sendiri. Paket Belajar juga dikembangkan di perguruan tinggi dalam program
belajar jarak jauh (PBJJ atau PJJ).
b. Pendekatan Keterampilan Proses[14]
Keterampilan proses sudah kita kenal
semenjak Kurikulum 1984. Hingga saat ini pendekatan tersebut masih sesuai untuk
diterapkan dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Pendekatan
keterampilan proses menekankan terlaksananya komunikasi dua arah.[15]
Komunikasi dua arah mengindikasikan adanya peran serta aktif pada diri guru dan
murid. Dalam proses pembelajaran murid terlibat secara fisik dan mental,
sehingga apa yang diperoleh siswa dapat lebih mendalam. Melalui keterampilan
proses, siswa didorong untuk mendapatkan informasi (ilmu), mengelola,
mempergunakan, dan mengomunikasikannya. Dalam hal ini, siswa tidak hanya
mempelajari isi pelajaran, tetapi juga belajar bagaimana belajar (learning
how to learn). Keterampilan “mendapatkan” pengetahuan itulah yang sangat
ditekankan pada pendekatan keterampilan proses. Penerapan pendekatan itu
diawali dengan kegiatan pemanasan, yakni mengarahkan siswa pada pokok persoalan
yang akan dipelajari. Misalnya dengan mengulas pelajaran minggu lalu yang terkait,
meminta pendapat siswa, dan sebagainya. Kegiatan ini mengondisikan siswa untuk
siap dalam belajar, baik secara fisik, mental, maupun emosional. Kegiatan
dilanjutkan dengan serangkaian aktivitas mengamati, menginterpretasikan,
meramalkan, menemukan konsep, merencanakan kegiatan lanjutan, melakukan
penelitian, dan mengomunikasikan hasil temuan. Tampaknya, langkah-langkah
pendekatan keterampilan proses sangat menekankan pada aktivitas akademik
belaka. Nilai akademik memang kental sekali, tetapi di tengah pelaksanaan
proses belajar sebetulnya terbangun juga sikap-sikap sosial melalui kerja sama
antar siswa dalam kelompok dengan sikap sportif saling mendukung. Misalnya,
untuk menemukan suatu konsep anak harus melakukan serangkaian prosedur. Dalam
prosedur ini bisa jadi ada aktivitas yang berat bila dilakukan anak seorang
diri. Untuk mengatasinya, seorang siswa dapat bekerja sama dengan siswa
lainnya. Namun, kerjasama itu tetap harus dibangun berdasarkan tanggung jawab
individu. Bukan sekedar ikut secara kelompok, tetapi siswa tertentu boleh untuk
tidak melakukan apa-apa. Hal penting lainnya dalam keterampilan proses
adalah mengkomunikasikan hasil temuan. Melalui kegiatan ini siswa dilatih untuk
mampu menginformasikan temuannya secara lisan atau tertulis.
c. Kegiatan Kokurikuler dan
Ekstrakurikuler
Dalam pelaksanaan pendidikan
di sekolah dikenal adanya tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan intrakurikuler,
kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Ketiganya merupakan satu kesatuan utuh yang
tak terpisahkan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan secara keseluruhan pada
suatu sekolah.[16]
Kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan utama persekolahan yang dilakukan
dengan menggunakan jatah waktu yang telah ditentukan dalam struktur program.
Kagiatan ini dilakukan guru dan siswa dalam jam-jam pelajaran tiap hari.
Kegiatan intrakurikuler ini dilakukan untuk mencapai tujuan minimal setiap mata
pelajaran, baik yang tergolong program inti ataupun program khusus.
1) Kegiatan Kokurikuler
Kegiatan kokurikuler merupakan
kegiatan yang dimaksudkan untuk lebih menmperdalam dan menghayati materi
pelajaran yang telah dipelajari dalam kegiatan intrakurikuler di dalam kelas.[17]
Kegiatan ini dapat dilakukan secara individual atau kelompok. Dalam hal ini, yang
perlu diperhatikan ialah menghindari terjadinya pengulangan dan ketumpangtindihan
antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain.
Selain itu, juga perlu dijaga agar
para siswa tidak ”overdosis” karena semua guru memberi tugas dalam waktu yang
bersamaan, sehingga siswa menanggung beban yang sangat berat. Oleh karena itu,
koordinasi dan kerja sama antar guru merupakan hal yang perlu dilakukan,
misalnya, melalui analisis pokok bahasan sejak awal dan merancang kegiatan
kokurikulernya.
Dari
pokok-pokok landasan pelaksanaan kegiatan kokurikuler, hal-hal yang harus
diperhatikan guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan kokurikuler
ialah sebagai berikut:
a) Kegiatan kokurikuler merupakan
kegiatan yang berkaitan langsung dengan kegiatan intrakurikuler.[18]
Tujuannya, untuk memberikan kesempatan kepada siswa mendalami dan
menghayati materi pelajaran.
b) Tidak menimbulkan beban berlebihan
bagi siswa.
c) Tidak menimbulkan tambahan beban
biaya yang memberatkan siswa atau orang tua.
d) Penanganan kegiatan kokurikuler
dilakukan dengan sistem administrasi yang teratur, pemantauan, dan penilaian.
2) Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler dimaksudkan
sebagai kegiatan yang diarahkan untuk memperluas pengetahuan siswa,
mengembangkan nilai-nilai atau sikap, dan menerapkan secara lebih lanjut
pengetahuan yang telah dipelajari siswa dalam mata pelajaran program inti dan
pilihan.[19]
Walapun sama-sama dilaksanakan di luar jam pelajaran di kelas, bila
dibandingkan dengan kokurikuler, kegiatan ekstrakurikuler ini lebih menekankan
pada kegiatan kelompok. Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dengan memperhatikan
minat dan bakat siswa, serta kondisi lingkungan dan sosial budaya.
Pelaksanaannya ditangani oleh guru atau petugas lain yang ditunjuk. Kegiatan
keolahragaan seperti bola basket, bola voli, dan pencak silat, dipilih sesuai
dengan minat dan bakat siswa. Begitu pula dalam bidang penalaran seperti
jurnalistik dan kelompok ilmiah remaja. Juga dalam bidang seni seperti drama,
lukis, dan tari. Keseluruhan bidang ini merupakan wahana untuk memperluas
wawasan, serta membangun nilai dan sikap positif siswa.
d. Bimbingan Karier atau penyuluhan
Bimbingan karier merupakan kegiatan
bimbingan untuk membantu para siswa memahami dirinya sendiri, lingkungan, dan
masa depannya. Pelaksanaan bimbingan (dan penyuluhan) dapat dilakukan secara
individual maupun kelompok, dengan menekankan pada perkembangan dan
kecenderungan individu. Bimbingan dan penyuluhan ini terutama dimaksudkan untuk
membantu siswa dalam menetapkan pilihan program (bidang keilmuan) yang terkait
dengan masa depannya, seperti dalam pemilihan program (IPA, IPS, atau Bahasa)
dan pemilihan jurusan atau perguruan tinggi bila siswa akan melanjutkan
sekolah.[20]
e. Penilaian
Berfungsi sebagai control terhadap
keberhasilan pembelajaran. Karena dari evaluasi dapat diketahui tingkat penguasaan
tujuan pelajaran oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang dicapainya.[21]
f. Administrasi dan Supervisi
Pendidikan
Administrasi pendidikan di sekolah
berhubungan dengan: pengaturan proses pembelajaran, peralatan pembelajaran,
pemanfaatan dan pemeliharaan gedung, perlengkapan, keuangan, dan sebagainya.
Agar dapat mendukung secara optimal pencapaian tujuan pendidikan, maka semua
itu harus dilakukan secara sistematis, terinci, dan terencana. Supervisi
pendidikan merupakan bantuan yang diberikan kepada seluruh staf, khususnya
guru untuk mengembangkan proses belajar mengajar yang efektif dan
efisien.[22]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun
yang dapat disimpulkan dari makalah ini adalah Organisasi kurikulum merupakan
hal yang terpenting dalam mencapai tujuan pendidikan, oleh sebab itu
pengorganisasian dalam kurikulum sangat diperlukan dan diharuskan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Melalui organisasi kurikulum ini,
guru dan pengelola pendidikan akan memiliki gambaran yang jelas tentang tujuan
program pendidikan, bahan ajar, tata urut dan cakupan materi, penyajian materi,
serta peran guru dan murid dalam rangkaian pembelajaran. Cara pengembang
kurikulum mengorganisasikan kurikulum akan berkaitan pula dengan bentuk atau
model kurikulum yang dianutnya.
Adapun cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan adalah dengan
menyusun struktur program organisasi kurikulum yaitu struktur vertikal dan
struktur horizontal. Struktur horizontal berkaitan dengan bagaimana bahan atau
mata pelajaran diorganisasikan serta disusun dalam pola-pola tertentu. Adapun
struktur vertikal berkaitan dengan sistem pelaksanaan kurikulum di sekolah.
B. Saran
Kami
sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, serta
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya
kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih
baik lagi di masa yang akan datang. Harapan kami, makalah yang sederhana ini,
dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya pagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Nurdin,
Safruddin, 2002, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta:
Ciputat Pers.
Zaini,
Muhammad, 2009, Pengembangan Kurikulum: Konsep Implementasi dan Inovasi,
Yogyakarta: Teras.
Ghofi,
Abdul, 1993, Pengenalan Kurikulum Madrasah, Solo: CV, Ramadhani.
Nurgiyantoro,
Burhan,1988, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, Yogyakarta:
BPFE.
Muhaimin,
1991, Konsep Pendidikan Islam, Solo: CV.Ramadhani.
Hamalik
Oemar, 1993, Pengambangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan,
Bandung: PT. Tri Genda Karya.
[1]
Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam, (Solo: CV.Ramadhani, 1991), 41.
[2]
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum: Konsep Implementasi dan Inovasi, (Yogyakarta:
Teras, 2009), 61.
[3]
Abdul Ghofir, Pengenalan Kurikulum Madrasah, (Solo: CV, Ramadhani,1993),
49.
[4]
Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah,
(Yogyakarta: BPFE,1988), 111.
[5]
Muhammad Zaini, Ibid., 62.
[6]
Oemar Hamalik, Pengambangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung:
PT. Tri Genda Karya, 1993), 53.
[7]
Muhammad Zaini,Ibid., 65
[8]
Safruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum,(Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), 44-45.
[9]
Muhammad Zaini,Ibid., 68.
[10]
Muhammad Zaini,Ibid., 71.
[11]
Muhammad Zaini,Ibid., 72-73.
[12]
Muhammad Zaini,Ibid., 73.
[13]
Burhan Nurgyantoro,Ibid., 130.
[14]
Burhan Nurgyantoro,Ibid., 131
[15]
Burhan Nurgyantoro,Ibid., 131
[16]
Burhan Nurgyantoro,Ibid., 136.
[17]
Burhan Nurgyantoro,Ibid., 137.
[18]
Burhan Nurgyantoro,Ibid., 137.
[19]
Burhan Nurgyantoro,Ibid., 138.
[20]
Burhan Nurgyantoro,Ibid., 139.
[21]
Muhammad Zaini, Ibid., 90.
[22]
Muhammad Zaini, Ibid., 90.
0 komentar:
Posting Komentar