Pages

Minggu, 16 Desember 2012

Haji

"Kaji lamun Kuoso"
Mungkin kata di atas terdengar sepele, akan tetapi jika ditelaah secara mendalam ternyata tidak mudah menjalankan ibadah terakhir dalam rukun Islam ini.

"Lamun Kuoso"
Dalam bahasa jawa yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya "Jika Mampu / Jika sudah menguasai.
Haji
Merupakan rukun Islam yang ke lima atau yang terakhir. Di belakang kata haji ditambahkan kata "Lamun Kuoso" yang menurut pemahaman penulis bahwa, jika hendak menjalankan atau menunaikan ibadah Haji hendaklah atau harus menguasai dulu ke empat Rukun Islam sebelumnya, yaitu; 1.) Syahadat, 2.) Sholat, 3.) Zakat dan 4.) Puasa.

"Kuoso"
Yang berarti menguasai atau mampu menjalankan baik secara syari'at maupun secara hakikatnya.
Padahal untuk mampu menguasai atau mampu menjalankan Rukun Islam yang pertama yaitu Syahadat saja rasanya sangat sulit sekali. Tetapi kita tidak boleh menyerah apalagi berputus asa, justru kita harus lebih giat serta selalu berusaha keras menyelaraskan antara ucapan, hati serta perbuatan agar semakin mendekatkan diri kepada Sang pencipta dengan diimbangi doa, setelah itu masalah hasil tetap atas Kekuasaan Allah S.W.T.
Wassalam.
»»  READMORE...

Senin, 03 Desember 2012

"Pengertian Kurikulum"


Pengertian Kurikulum, Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar


I. PENDAHULUAN
A. Gambaran Umum
Pemberlakuan peraturan dan perundangan-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi pendidikan menuntut adanya upaya pembagian kewenangan dalam berbagai bidang pemerintahan. Hal tersebut membawa implikasi terhadap sistem dan penyelenggaraan pendidikan termasuk pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian, yaitu:
1.      Diversifikasi Kurikulum yang merupakan proses penyesuaian, perluasan, pendalaman materi pembelajaran agar dapat melayani keberagaman kebutuhan dan tingkat kemampuan peserta didik serta kebutuhan daerah/lokal dengan berbagai kompleksitasnya.
2.      Penetapan Standar Kompetensi (SK), dimaksudkan untuk menetapkan ukuran minimal atau secukupnya, mencakup kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dilakukan, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan secara maju dan berkelanjutan sebagai upaya kendali dan jaminan mutu.
3.      Pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Provinsi/ Kabupaten/Kota sebagai Daerah Otonomi merupakan pijakan utama untuk lebih memberdayakan daerah dalam penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan potensi daerah yang bersangkutan.
4.      Untuk merespon ketiga hal tersebut di atas, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah melakukan penyusunan Standar Isi (SI), yang kemudian dituangkan kedalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006, yang mencakup komponen:
a)      Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan.
b)      Kompetensi Dasar (KD), merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik.

B. Pendidikan Berbasis Kompetensi
Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab II Pasal 3 menjelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bemartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Standar kompetensi lulusan (SKL) suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional mencakup komponen ketakwaan, akhlak, pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, dan kewarganegaraan. Semua komponen pada tujuan pendidikan nasional harus tecermin pada kurikulum dan sistem pembelajaran pada semua jenjang pendidikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, tugas sekolah adalah mengembangkan potensi peserta didik secara optimal menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat dan ikut menyejahterakan masyarakat. Lulusan suatu jenjang pendidikan harus memiliki pengetahuan dan keterampilan serta berperilaku yang baik.
Untuk itu peserta didik harus mampu menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar yang ditetapkan. SKL merupakan bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan yang diarahkan untuk pengembangan potensi peserta didik sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi, seni, serta pergeseran paradigma pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan peserta didik.
SKL adalah satu dari 8 standar nasional pendidikan (SNP), yang merupakan kompetensi lulusan minimal yang berlaku di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dengan adanya SKL, kita memiliki patok mutu, baik evaluasi bersifat mikro seperti kualitas proses dan kualitas produk pembelajaran, maupun evaluasi makro seperti efektivitas dan efisiensi program pendidikan, sehingga ke depan pendidikan kita akan melahirkan standar mutu yang dapat dipertanggungjawabkan pada setiap jalur, jenis dan jenjang pendidikan. SKL mata pelajaran selanjutnya dijabarkan ke dalam SK dan KD.
Selain mengacu pada SKL, pengembangan SK peserta didik dalam suatu mata pelajaran juga mengacu pada struktur keilmuan dan perkembangan peserta didik, yang dikembangkan oleh para pakar mata pelajaran, pakar pendidikan dan pakar psikologi perkembangan, dengan mengacu pada prinsip-prinsip:
1.      Peningkatan Keimanan, Budi Pekerti Luhur, dan Penghayatan Nilai-Nilai Budaya.
Keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami, dan diamalkan untuk mewujudkan karakter dan martabat bangsa.
2.      Keseimbangan Etika, Logika, Estetika, dan Kinestetika.
Kegiatan Pembelajaran dirancang dengan memperhatikan keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.
3.      Penguatan Integritas Nasional.
Penguatan integritas nasional dicapai melalui pendidikan yang menumbuhkembangkan dalam diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia melalui pemahaman dan penghargaan terhadap perkembangan budaya dan peradaban bangsa Indonesia yang mampu memberikan sumbangan terhadap peradaban dunia.
4. Perkembangan Pengetahuan dan Teknologi Informasi.
Kemampuan berpikir dan belajar dengan cara mengakses, memilih, dan menilai pengetahuan untuk mengatasi situasi yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian serta menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi.
4.      Pengembangan Kecakapan Hidup.
Kurikulum mengembangkan kecakapan hidup melalui budaya membaca, menulis, dan kecakapan hitung; keterampilan, sikap, dan perilaku adaptif, kreatif, kooperatif, dan kompetitif; dan kemampuan bertahan hidup.
5.      Pilar Pendidikan.
Kurikulum mengorganisasikan fondasi belajar ke dalam lima pilar sesuai dengan Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) belajar untuk memahami dan menghayati; (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif; (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain; dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.
6.      Menyeluruh dan Berkesinambungan.
Kompetensi mencakup keseluruhan dimensi kemampuan yaitu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, pola pikir dan perilaku yang disajikan secara berkesinambungan mulai dari usia taman kanak-kanak atau raudhatul athfal sampai dengan pendidikan menengah.
7.      Belajar Sepanjang Hayat.
Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlanjut sepanjang hayat dengan mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, sambil memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

SK peserta didik dalam suatu mata pelajaran dijabarkan dari SKL lulusan, yakni kompetensi-kompetensi minimal yang harus dikuasai lulusan tertentu. Kemampuan yang dimiliki lulusan dicirikan dengan pengetahuan dan kemampuan atau kompetensi lulusan yang merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat regional, nasional, dan global.
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan sekolah dalam mengelola proses pembelajaran, dan lebih khusus lagi adalah proses pembelajaran yang terjadi di kelas. Sesuai dengan prinsip otonomi dan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), pelaksana pembelajaran, dalam hal ini guru, perlu diberi keleluasaan dan diharapkan mampu menyiapkan silabus, memilih strategi pembelajaran, dan penilaiannya sesuai dengan kondisi dan potensi peserta didik dan lingkungan masing-masing. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka perlu dibuat buku pedoman cara mengembangkan silabus berbasis kompetensi. Pedoman pengembangan silabus yang meliputi dua macam, yaitu pedoman umum dan pedoman khusus untuk setiap mata pelajaran.
Pedoman umum pengembangan silabus memberi penjelasan secara umum tentang prosedur dan cara mengembangkan SK dan KD menjadi indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, sumber belajar. Sedangkan pedoman khusus menjelaskan mekanisme pengembangan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang disertai contoh-contoh untuk lebih memperjelas langkah-langkah pengembangan silabus.

C. Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum, paedagogi dan penilaian. Oleh karena itu, pengembangan KTSP memiliki pendekatan berbasis kompetensi karena merupakan konsekuensi dari pendidikan berbasis kompetensi. Di dalam SI dinyatakan bahwa: KTSP yang berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Kompetensi perlu dicapai secara tuntas (belajar tuntas). Bimbingan diperlukan untuk melayani perbedaan individual melalui program remidial dan pengayaan.
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi harus berkaitan dengan tuntutan SKL, SK dan KD, organisasi kegiatan pembelajaran, dan aktivitas untuk mengembangkan dan memiliki kompetensi seefektif mungkin. Proses pengem¬bangan kurikulum berbasis kompetensi menggunakan asumsi bahwa peserta didik yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal yang dibutuhkan untuk menguasai kompetensi tertentu.

D. Pembelajaran Berbasis Kompetensi
Pembelajaran berbasis kompetensi adalah program pembelajaran di mana hasil belajar atau kompetensi yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, sistem penyampaian, dan indikator pencapaian hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai (McAshan, 1989:19).
Dalam pembelajaran berbasis kompetensi perlu ditentukan standar minimum kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Sesuai pendapat tersebut, komponen materi pembela¬jaran berbasis kompetensi meliputi: (1) kompetensi yang akan dicapai; (2) strategi penyampaian untuk mencapai kompetensi; (3) sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
Kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik perlu dirumuskan dengan jelas dan spesifik. Perumusan dimaksud hendaknya didasarkan atas prinsip “relevansi dan konsistensi antara kompetensi dengan materi yang dipelajari, waktu yang tersedia, dan kegiatan serta lingkungan belajar yang digunakan” (McAshan, 1989:20). Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mendapatkan perumusan kompetensi yang jelas dan spesifik, antara lain dengan melaksanakan analisis kebutuhan, analisis tugas, analisis kompetensi, penilaian oleh profesi dan pendapat pakar mata pelajaran, pendekatan teoritik, dan telaah buku teks yang relevan dengan materi yang dipelajari (Kaufman, 1982: 16; Bratton, 1991: 263).
Konsep pembelajaran berbasis kompetensi menyaratkan dirumuskannya secara jelas kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Dengan tolokukur pencapaian kompetensi maka dalam kegiatan pembelajaran peserta didik akan terhindar dari mempelajari materi yang tidak perlu yaitu materi yang tidak menunjang tercapainya penguasaan kompetensi.
Pencapaian setiap kompetensi tersebut terkait erat dengan sistem pembelajaran. Dengan demikian komponen minimal pembelajaran berbasis kompetensi adalah:
a.  pemilihan dan perumusan kompetensi yang tepat.
b. spesifikasi indikator penilaian untuk menentukan pencapaian kompetensi.
c. pengembangan sistem penyampaian yang fungsional dan relevan dengan kompetensi dan sistem penilaian.
Penerapan konsep dan prinsip pembelajaran berbasis kompetensi diharapkan bermanfaat untuk:

1)      menghindari duplikasi dalam pemberian materi pembelajaran yang disampaikan guru harus benar-benar relevan dengan kompetensi yang ingin dicapai.
2)      mengupayakan konsistensi kompetensi yang ingin dicapai dalam mengajarkan suatu mata pelajaran. Dengan kompetensi yang telah ditentukan secara tertulis, siapa pun yang mengajarkan mata pelajaran tertentu tidak akan bergeser atau menyimpang dari kompetensi dan materi yang telah ditentukan.
3)      meningkatkan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kecepatan, dan kesempatan peserta didik.
4)      membantu mempermudah pelaksanaan akreditasi. Pelaksanaan akreditasi akan lebih dipermudah dengan menggunakan tolokukur SK.
5)      memperbarui sistem evaluasi dan pelaporan hasil belajar peserta didik. Dalam pembelajaran berbasis kompetensi, keberhasilan peserta didik diukur dan dilaporkan berdasar pencapaian kompetensi atau subkompetensi tertentu, bukan didasarkan atas perbandingan dengan hasil belajar peserta didik yang lain.
6)      memperjelas komunikasi dengan peserta didik tentang tugas, kegiatan, atau pengalaman belajar yang harus dilakukan dan cara yang digunakan untuk menentukan keberhasilan belajarnya.
7)      meningkatkan akuntabilitas publik. Kompetensi yang telah disusun, divalidasikan, dan dikomunikasikan kepada publik, sehingga dapat digunakan untuk mempertanggungjawabkan kegiatan pembelajaran kepada publik.
h. memperbaiki sistem sertifikasi. Dengan perumusan kompetensi yang lebih spesifik dan terperinci, sekolah dapat mengeluarkan sertifikat atau transkrip yang menyatakan jenis dan aspek kompetensi yang dicapai.

E. Standar Kompetensi
1. Standar Kompetensi Lulusan SMA
Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap satuan pendidikan, yakni: Pendidikan Menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C bertujuan: meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Acuan untuk merumuskan kompetensi lulusan dapat berupa landasan yuridis yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan persyaratan yang ditentukan oleh pengguna lulusan atau dunia kerja (workplace). Secara yuridis, kompetensi lulusan SMA dapat dijabarkan dari perumusan tujuan pendidikan yang terdapat di dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Selain berdasarkan peraturan perundang-undangan, kompetensi lulusan SMA juga dapat dirumuskan berdasarkan persyaratan yang ditentukan oleh pengguna lulusan atau dunia kerja (workplace/stakeholder). Sebagai contoh di Australia, dalam mengatasi masalah relevansi pendidikan, selalu diusahakan adanya jalinan kerja sama antara sekolah dengan dunia industri.
Usaha dimaksud dengan melalui pengintegrasian SK yang ditentukan oleh industri ke dalam kurikulum sekolah. “Dunia industri menentukan standar kompetensi lulusan berupa pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai seseorang agar memiliki kompetensi untuk memasuki dunia kerja” (Adams, 1995: 3). Secara garis besar, kompetensi dimaksud merupakan paduan antara pengetahuan, keterampilan, dan penerapan pengetahuan dan keterampilan tersebut dalam melaksanakan tugas di lapangan kerja. Secara rinci, kompetensi dimaksud meliputi: (a) keterampilan melaksanakan tugas pokok; (b) keterampilan mengelola; (c) keterampilan melaksanakan pengelolaan dalam keadaan mendesak; (d) keterampilan berinteraksi dengan lingkungan kerja dan bekerja sama dengan orang lain; dan (e) keterampilan menjaga kesehatan dan keselamatan kerja.
Perumusan aspek-aspek kompetensi secara rinci dapat dilakukan dengan menganalisis kompetensi. Bloom et al. (1956: 17) menganalisis kompetensi menjadi tiga aspek, dengan tingkatan yang berbeda-beda setiap aspeknya, yaitu kompetensi:
a)      kognitif, meliputi tingkatan pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan penilaian.
b)      afektif, meliputi pemberian respons, penilaian, apresiasi, dan internalisasi.
c)      sikomotorik, meliputi keterampilan gerak awal, semi rutin dan rutin.

Berbeda dengan Bloom, Hall & Jones (1976: 48) membagi kompetensi menjadi 5 macam, yaitu kompetensi:
a)      kognitif yang mencakup pengetahuan, pemahaman, dan perhatian.
b)      afektif yang menyangkut nilai, sikap, minat, dan apresiasi
c)      penampilan yang menyangkut demonstrasi keterampilan fisik atau psikomotorik.
d)     produk atau konsekuensi yang menyangkut keterampilan melakukan perubahan terhadap pihak lain.
e)      eksploratif atau ekspresif, menyangkut pemberian pengalaman yang mempunyai nilai kegunaan di masa depan, sebagai hasil samping yang positif.
Sehubungan dengan kompetensi yang dijabarkan dari tujuan pendidikan nasional, ada dua butir kompetensi yang perlu mendapatkan perhatian yaitu pertama kecakapan hidup (life skill) dan kedua keterampilan sikap.
Kecakapan hidup (life skill) merupakan kecakapan untuk menciptakan atau menemukan pemecahan masalah-masalah baru (inovasi) dengan menggunakan fakta, konsep, prinsip, atau prosedur yang telah dipelajari. Penemuan pemecahan masalah baru itu dapat berupa proses maupun produk yang bermanfaat untuk mempertahankan, meningkatkan, atau memperbarui hidup dan kehidupan peserta didik.
Kecakapan hidup tersebut diharapkan dapat dicapai melalui berbagai pengalaman belajar peserta didik. Dari berbagai pengalaman mempelajari berbagai materi pembelajaran, diharapkan peserta didik memperoleh hasil samping yang positif berupa upaya memanfaatkan pengetahuan, konsep, prinsip dan prosedur untuk memecahkan masalah baru dalam bentuk kecakapan hidup. Di samping itu, hendaknya kecakapan hidup tersebut diupayakan pencapaiannya dengan mengintegrasikannya pada topik dan pengalaman belajar yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh, seorang peserta didik tinggal di sebuah kampung pedalaman di tepi sungai. Di sekolah dia telah mempelajari dinamo pembangkit tenaga listrik dan sifat-sifat arus air yang antara lain dapat menggerakkan turbin atau baling-baling. Peserta didik tersebut kemudian memanfaatkan air sungai untuk menggerakkan baling-baling yang dihubungkan dengan dinamo yang digantungkan di permukaan air di tengah sungai, sehingga diperoleh aliran listrik yang dapat digunakan untuk penerangan. Contoh lain, peserta didik yang telah mempelajari bejana berhubungan dan sifat-sifat air yang tidak menghantarkan udara, lalu menciptakan “leher angsa” dari bahan tanah liat untuk penahan bau dalam pembuatan WC, dapat membuat alat untuk menyiram tanaman hias yang digantung.
Selain kecakapan yang bersifat teknis (vokasional), kecakapan hidup mencakup juga kecakapan sosial (social skills), misalnya kecakapan mengadakan negosiasi, kecakapan memilih dan mengambil posisi diri, kecakapan mengelola konflik, kecakapan mengadakan hubungan antar pribadi, kecakapan memecahkan masalah, kecakapan mengambil keputusan secara sistematis, kecakapan bekerja dalam sebuah tim, kecakapan berorganisasi, dan lain sebagainya.
Keterampilan sikap (afektif) mencakup dua hal. Pertama, sikap yang berkenaan dengan nilai, moral, tata susila, baik, buruk, demokratis, terbuka, dermawan, jujur, teliti, dan lain sebagainya. Kedua, sikap terhadap materi dan kegiatan pembelajaran, seperti menyukai, menyenangi, memandang positif, menaruh minat, dan lain sebagainya. Mengingat sulitnya merumuskan, mengajarkan, dan mengevaluasi aspek afektif, seringkali kompetensi afektif tersebut tidak dimasukkan dalam program pembelajaran. Sama halnya dengan kecakapan hidup, kompetensi afektif hendaknya diupayakan pencapaiannya melalui pengintegrasian dengan topik-topik dan pengalaman belajar yang relevan.
Sejalan dengan tujuan pendidikan nasional, kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh lulusan atau tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA.) dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.
·         Berkenaan dengan aspek afektif, peserta didik memiliki keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama masing-masing yang tercermin dalam perilaku sehari-hari; memiliki nilai-nilai etika dan estetika, serta mampu mengamalkan dan mengekspresikannya dalam kehidupan sehari-hari; memiliki nilai-nilai demokrasi, toleransi, dan humaniora, serta menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara baik dalam lingkup nasional maupun global.
·         Berkenaan dengan aspek kognitif, menguasai ilmu, teknologi, dan kemampuan akademik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
·         Berkenaan dengan aspek psikomotorik, memiliki keterampilan berkomunikasi, kecakapan hidup, dan mampu beradaptasi dengan perkembangan lingkungan sosial, budaya dan lingkungan alam baik lokal, regional, maupun global; memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang bermanfaat untuk melaksanakan tugas/kegiatan sehari-hari.

Berdasarkan rumusan tersebut, maka kompetensi dapat dikelompokkan menjadi kompetensi yang berkenaan dengan bidang moral keagamaan, kemanusiaan (humaniora), komunikasi, estetika, dan IPTEK.
Hal ini tercantum dalam Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Pasal 1:
(1) Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
(2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar kompetensi lulusan minimal Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi Lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
(3) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.

SKL Satuan Pendidikan untuk SMA sebagaimana yang tercantum pada lampiran Permendiknas nomor 23 tahun 2006, adalah:
a)      Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja.
b)      Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya;
c)      Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya;
d)     Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial;
e)      Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global;
f)       Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif;
g)      Menunukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan putusan;
h)      Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri;
i)        Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik;
j)        Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks;
k)      Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial;
l)        Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab;
m)    Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah NKRI;
n)      Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya;
o)      Mengapresiasi karya seni dan budaya;
p)      Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok;
q)      Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan;
r)       Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun;
s)       Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat;
t)       Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain;
u)      Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis;
v)      Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris;
w)    Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi.
x)      Berdasarkan profil kompetensi lulusan tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam sejumlah SK dan Kompetensi mata pelajaran yang relevan yang diperlukan untuk mencapai kebulatan kompetensi tersebut.

2. Standar Kompetensi Mata Pelajaran
a. Pengertian Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Untuk memantau perkembangan mutu pendidikan diperlukan SK. SK dapat didefinisikan sebagai “pernyataan tentang pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik serta tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu mata pelajaran” (Center for Civ¬ics Education, 1997:2).
Menurut definisi tersebut, SK mencakup dua hal, yaitu standar isi (content standards), dan standar penampilan (performance stan-dards).
SK yang menyangkut isi berupa pernyataan tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran tertentu seperti Kewarganegaraan, Matematika, Fisika, Biologi, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris. SK yang menyangkut tingkat penampilan adalah pernyataan tentang kriteria untuk menentukan tingkat penguasaan peserta didik terhadap SI.
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa SK memiliki dua penafsiran, yaitu: (a) pernyataan tujuan yang menjelaskan apa yang harus diketahui peserta didik dan kemampuan melakukan sesuatu dalam mempelajari suatu mata pelajaran dan (b) spesifikasi skor atau peringkat kinerja yang berkaitan dengan kategori pencapaian seperti lulus atau memiliki keahlian.
SK merupakan kerangka yang menjelaskan dasar pengembangan program pembelajaran yang terstruktur. SK juga merupakan fokus dari penilaian, sehingga proses pengembangan kurikulum adalah fokus dari penilaian, meskipun kurikulum lebih banyak berisi tentang dokumen pengetahuan, keterampilan dan sikap dari pada bukti-bukti untuk menunjukkan bahwa peserta didik yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal.
Dengan demikian SK diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam:
melakukan suatu§ tugas atau pekerjaan.
mengorganisasikan agar pekerjaan dapat§ dilaksanakan.
melakukan respon dan reaksi yang tepat bila ada§ penyimpangan dari rancangan semula.
melaksanakan tugas dan§ pekerjaan dalam situasi dan kondisi yang berbeda.
Penyusunan SK suatu jenjang atau tingkat pendidikan merupakan usaha untuk membuat suatu sistem sekolah menjadi otonom, mandiri, dan responsif terhadap keputusan kebijakan daerah dan nasional. Kegiatan ini diharapkan mendorong munculnya standar pada tingkat lokal dan nasional. Penentuan standar hendaknya dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Sebab, jika setiap sekolah atau setiap kelompok sekolah mengembangkan standar sendiri tanpa memperhatikan standar nasional maka pemerintah pusat akan kehilangan sistem untuk mengontrol mutu sekolah. Akibatnya kualitas sekolah akan bervariasi, dan tidak dapat dibandingkan kualitas antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain. Lebih jauh lagi kualitas sekolah antar wilayah yang satu dengan wilayah yang lain tidak dapat dibandingkan. Pada gilirannya, kualitas sekolah secara nasional tidak dapat dibandingkan dengan kualitas sekolah dari negara lain.
Pengembangan SK perlu dilakukan secara terbuka, seimbang, dan melibatkan semua kelompok yang akan dikenai standar tersebut. Melibatkan semua kelompok sangatlah penting agar kesepakatan yang telah dicapai dapat dilaksanakan secara bertanggungjawab oleh pihak sekolah masing-masing. Di samping itu, kajian SK di negara-negara lain perlu juga dilakukan sebagai bahan rujukan agar lulusan kita tidak jauh ketinggalan dengan lulusan negara lain. SK yang telah ditetapkan berlaku secara nasional, namun cara mencapai standar tersebut diserahkan pada kreasi masing-masing wilayah.
b. Penentuan Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Perlu diingat kembali, bahwa kompetensi merupakan kebulatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat didemonstrasikan, ditunjukkan, atau ditampilkan oleh peserta didik sebagai hasil belajar. Sesuai dengan pengertian tersebut, maka SK, adalah standar kemampuan yang harus dikuasai peserta didik untuk menunjukkan bahwa hasil mempelajari mata pelajaran tertentu berupa penguasaan atas pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu telah dicapai.
Langkah-langkah menganalisis dan mengurutkan SK adalah:
menganalisis SK menjadi§ beberapa KD;
mengurutkan KD sesuai dengan keterkaitan baik§ secara prosedur maupun hierarkis.
Dick & Carey (1978: 25) membedakan dua pendekatan pokok dalam analisis dan urutan SK di samping pendekatan yang ketiga yakni gabungan antara kedua pendekatan pokok tersebut. Dua pendekatan dimaksud adalah pertama pendekatan prosedural, dan kedua pendekatan hierarkis (berjenjang). Sedangkan gabungan antara kedua pendekatan tersebut dinamakan pendekatan kombinasi.
Pendekatan Prosedural§
Pendekatan prosedural (procedural approach) dipakai bila SK yang harus dikuasai berupa serangkaian langkah-langkah secara urut dalam mengerjakan suatu tugas pembelajaran.
Diagram umum pendekatan prosedural adalah sebagai berikut :
Diagram 1. Pendekatan Prosedural
Contoh dalam pelajaran Ilmu Sosial Terpadu (IST) ada beberapa SK yang diharapkan dapat dipelajari secara berurutan. Guru diharapkan dapat menyajikan mana yang akan didahulukan. Misalnya kompetensi; (1) Mengidentifikasi konsep-konsep yang membangun IST, (2) Mendeskripsikan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya, dan (3) Mendeskripsikan perubahan sosial budaya masyarakat. Dari ketiga kompetensi tersebut, maka kompetensi untuk mengidentifikasi konsep-konsep yang membangun IST harus paling dahulu dipelajari, setelah itu baru mempelajari dua kompetensi berikutnya. Di antara kedua kompetensi berikutnya maka penguasaan terhadap kompetensi mendeskripsikan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya lebih didahulukan agar peserta didik dengan mudah mendeskripsikan perubahan sosial budaya masyarakat, mengingat perubahan yang terjadi justru sebagai salah satu akibat hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya.
Beberapa hal yang perlu dicatat dari contoh tersebut:
- peserta didik harus menguasai SK tersebut secara berurutan.
- Masing-masing SK dapat diajarkan secara terpisah (independent)
- Hasil (output) dari setiap langkah merupakan masukan (input) untuk langkah berikutnya.
§ Pendekatan Hierarkis
Pendekatan hierarkis menunjukkan hubungan yang bersifat subordinatif antara beberapa SK yang ingin dicapai. Dengan demikian ada yang mendahului dan ada yang kemudian. SK yang mendahului merupakan prasyarat bagi SK berikutnya.
Untuk mengidentifikasi beberapa SK yang harus dipelajari lebih dulu agar peserta didik dapat mencapai SK yang lebih tinggi dilakukan dengan jalan mengajukan pertanyaan “Apakah yang harus sudah dikuasai oleh peserta didik, agar dengan pengajaran yang seminimal mungkin dapat diketahui SK yang diperlukan sebelum peserta didik dapat menguasai SK berikutnya?”
Untuk memperjelas, berikut disajikan diagram analisis SK menurut pendekatan hierarkis dalam mata pelajaran matematika.

»»  READMORE...

Sabtu, 01 Desember 2012

"Pengertian Organisasi Kurikulum"


MAKALAH
ORGANISASI KURIKULUM
Disusun guna memenuhi tugas semester 3
Mata Kuliah                :           Pengembangan Kurikulum
Dosen  Pengampu      :           Drs. Abdul Rohman, M.Ag.


Disusun Oleh :
1.      Iswanto                                         113511100
2.      Sudarsono                                     113511106
3.      Heri Sucipto                                  113511120


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
        Tentu telah kita pahami bahwa kurikulum merupakan sesuatu yang sangat diperlukan dalam dunia persekolahan. Tanpa adanya sebuah kurikulum, dipastikan proses pendidikan tidak akan terarah dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Guru akan kesulitan menjabarkan urutan dan cakupan materi pembelajaran yang ditempuhnya, proses pembelajaran yang diselenggarakan, alat atau media yang digunakan, penilaian yang perlu dilakukan, dan sebagainya.   Salah satu hal yang penting dari kurikulum adalah organisasi kurikulum itu sendiri.
Struktur program dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertikal. Struktur horizontal berkaitan dengan bagaimana bahan atau mata pelajaran diorganisasikan atau disusun dalam pola-pola tertentu. Adapun struktur vertikal berkaitan dengan sistem pelaksanaan kurikulum di sekolah.  Melalui organisasi kurikulum ini, guru dan pengelola pendidikan akan memiliki gambaran yang jelas tentang tujuan program pendidikan, bahan ajar, tata urut dan cakupan materi, penyajian materi, serta peran guru dan murid dalam rangkaian pembelajaran. Cara pengembang kurikulum mengorganisasikan kurikulum akan berkaitan pula dengan bentuk atau model kurikulum yang dianutnya.  Kita menyadari bahwa cara mengorganisasikan kurikulum itu bermacam-macam. Tidak satu cara. Masing-masing cara memiliki kekuatan dan kelemahan.  Sebagai guru atau pendidik, kita pun berperan sebagai pengembang kurikulum yang perlu memahami dengan baik bagaimana kurikulum diorganisasikan.

A.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, permasalahan yang akan diteliti dalam makalah ini adalah.
1.      Pengertian organisasi kurikulum.
2.      Prosedur pengoganisasian Kurikulum.
3.      Jenis-jenis organisasi kurikulum.
4.      Strategi pelaksanaan kurikulum.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-program pengajaran yang di sampaikan kepada peserta didik guna tercapainya  tujuan pendidikan atau pembelajaran yang di tetapkan.[1] Organisasi kurikulum merupakan asas yang sangat penting bagi proses pengembangan kurikulum dan berhubungan erat dengan tujuan pembelajaran, sebab menetukan isi bahan pembelajaran, menentukan cara penyampaian bahan pembelajaran, menentukan bentuk pengalaman yang akan di sajikan kepada terdidik dan menentukan peranan pendidik dan terdidik dalam implementasi kurikulum. Organisasi kurikulum terdiri dari mata pelajaran tertentu yang secara tradisional bertujuan menyampaikan kebudayaan atau sejumlah pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang harus diajarkan kepada anak-anak. Setiap organisasi kurikulum memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing baik yang bersifat teoritis maupun praktis. Implementasi kurikulum di pengaruhi dan bergantung kepada beberapa factor terutama guru, kepala sekolah, sarana belajar dan orang tua murid.[2]
Dalam proses pengembangan kurikulum organisasi berperan sebagai suatu metode untuk menentukan  seleksi dan pengorganisasian pengalaman-pengalaman belajar yang di selaenggarakan oleh sekolah, organisasi kurikulum menunjukkan peranan guru, peserta didik dan lain-lain yang terlibat aktif dalam proses perencanaan kurikulum.[3] Struktur program dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertical. Struktur horizontal berhubungan dengan masalah  pengorganisasian atau penyusunan bahan pelajaran kedalam pola tertentu, sedangkan struktur vertikal berhubungan dengan masalah  system-sistem pelaksanann kurikulum sekolah, termasuk di dalamnya system pengalokasian waktu.[4]

B.    Prosedur pengoganisasian Kurikulum
Dalam organisasi kurikulum ada beberapa factor yang perlu di perhatikan, yakni ruang lingkup (scope), urutan (squence), dan penempatan bahan (grade placement).[5]
1.      Ruang lingkup bahan, adalah keseluruhan materi pelajaran dan pengalaman yang akan di berikan dari suatu bidang studi mata pelajaran atau dari suatu pokok bahasan tertentu.
2.      Urutan bahan, adalah penyusunan bahan pelajaran menurut aturan tertentu secara berurutan, menunjukkan sistematika dan merupakan penyampaian serta penangkapan oleh para siswa.
3.      Penempatan bahan, adalah penempatan satu atau beberapa bahan pelajaran untuk kelas tertentu.[6]
Hamalik berpendapat di dalam bukunya Muhammad Zaini, pengorganisasian kurikulum terdapat beberapa prosedur yang meliputi :
1.      Prosedur Pembelajaran
Pemilihan isi kurikulum didasarkan atas materi yang terkandung di dalam buku pelajaran atau sejumlah buku pelajaran yang telah dipilih oleh sebuah panitia tertentu.
2.      Prosedur survey pendapat
Pemilihan dan pengorganisasian isi kurikulum dilakukan dengan jalan mengadakan survey atau penelitian terhadap pendapat berbagai pihak.
3.      Prosedur studi kesalahan
Prosedur ini dilaksanakan dengan jalan mengadakan analisis terhadap kesalahan, kekeliruan, kelemahan atau kebaikan atas hasil-hasil atau pengalaman kurikuler.
4.      Prosedur mempelajari kurikulum lainnya
Prosedur ini dapat disamakan dengan metode tambal sulam dengan mempelajari metode sekolah lain, guru atau sekolah dapat menetapkan atau menentukan isi kurikulum untuk sekolahnya sesuai dengan tujuan.
5.      Analisis kegiatan orang dewasa
Melalui prosedur ini terlebih dahulu diadakan studi terhadap kegiatan-kegiatan dalam kehidupan untuk menemukan sejumlah kegiatan yang di perkirakan  berguna untuk di pelajari oleh para siswa di sekolah. Kegiatan yang dianalisis adalah yang berkenaan dengan pekerjaan atau jabatan.
6.      Prosedur fungsi sosial
Prosedur ini bertalian dengan prosedur analisis kegiatan masyarakat. Masyarakat melakukan banyak fungsi sosial dalam kehidupannya yang bermacam ragam dan bentuknya, dan berada dalam daerah kehidupan tertentu, fungsi yang telah di tentukan, diklasifikasikan menjadi sejumlah area of living.
7.      Prosedur minat kebutuhan
Menurut prosedur ini, minat dan kebutuhan juga melibatkan persistent problem, tetapi scope dan sequence-nya di dasarkan atas siswa dan berkenaan dengan fungsi-fungsi personal dan social.[7]

C.    Jenis-jenis organisasi kurikulum
1.      Mata pelajaran terpisah (separated curriculum)
Kurikulum ini menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran yang terpisah-pisah satu sama lain, terlepas  dan tidak mempunyai kaitan sama sekali sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya.[8] Beberapa hal positif dari separated curriculum ini adalah: Bahan pelajaran disajikan secara sistematis dan logis dapat dilaksanakan untuk mewariskan nilai-nilai budaya terdahulu. Kurikulum ini mudah diubah dan dikembangkan. Bentuk kurikulum ini mudah dipola, dibentuk, didesain bahkan mudah untuk diperluas dan dipersempit sehingga mudah disesuaikan dengan waktu yang ada. Sedangkan beberapa kritik terhadap kurikulum ini antara lain: Mata pelajaran terlepas-lepas satu sama lain. Tidak atau kurang memperhatikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut psikologis, kurikulum demikian mengandung kelemahan: banyak terjadi verbalitas dan menghafal serta makna tujuan pelajaran kurang dihayati oleh anak didik. Kurikulum ini cenderung statis dan ketinggalan dari perkembangan zaman.
2.      Mata pelajaran gabungan (corelated curriculum)
Yaitu kurikulum yang menekankan perlunya hubungan di antara satu pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi tetap memperhatikan ciri atau karakteristik tiap bidang studi tersebut.[9] Misalnya Sejarah dan Ilmu Bumi dapat diajarkan untuk saling memperkuat. Ada tiga jenis korelasi yang sifatnya bergantung dari jenis mata pelajaran. Korelasi faktual, misalnya sejarah dan kesusastraan. Fakta-fakta sejarah disajikan melalui penulisan karangan sehingga menambah kemungkinan menikmati bacaannya oleh siswa. Korelasi deskriptif, korelasi ini dapat dilihat pada penggunaan generalisasi yang berlaku untuk dua atau lebih mata pelajaran. Misal psikologi dapat berkorelasi dengan sejarah atau Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalam psikologi untuk menerangkan kejadian-kejadian sosial. Korelasi normatif, hampir sama dengan korelasi deskriptif, perbedaannya terletak pada prinsipnya yang bersifat moral sosial. Sejarah dan kesusastraan dapat dikorelasikan berdasarkan prinsip-prinsip moral sosial dan etika. Beberapa kelebihan kurikulum ini adalah: Dengan korelasi, pengetahuan murid lebih integral, tidak terlepas-lepas (berpadu). Dengan melihat hubungan erat antara mata pelajaran satu dengan yang lain, minat murid bertambah. Korelasi memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam karena memandang dari berbagai sudut. Dengan korelasi maka yang diutamakan adalah pengertian dan prinsip-prinsip bukan pengetahuan akan fakta, dengan begitu lebih memungkinkan penggunaan pengetahuan secara fungsional bagi murid-murid. Berikut beberapa kelemahan dari kurikukum mata pelajaran gabungan ini adalah: Sulit untuk menghubungkan dengan masalah-masalah yang hangat dalam kehidupan sehari-hari, sebab dasarnya subject centered. Brood fields tidak memberikan pengetahuan yang sistematis dan mendalam untuk sesuatu mata pelajaran sehingga hal ini dipandang kurang cukup untuk bekal mengikuti pelajaran di perguruan tinggi.
3.      Kurikulum terpadu (integrated curriculum)
Yaitu kurikulum yang menyajikan bahan pembelajaran secara unit dan keseluruhan tanpa mengadakan batas-batas antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya.[10] Ciri-ciri kurikulum terintegrasi ini antara lain: Berdasarkan filsafat pendidikan demokrasi, berdasarkan psikologi belajar gestalt dan organismik, berdasarkan landasan sosiologis dan sosiokultural, berdasarkan kebutuhan, minat dan tingkat perkembangan atau pertumbuhan siswa.
Bentuk kurikulum ini tidak hanya ditunjang oleh semua mata pelajaran atau bidang studi yang ada, tetapi lebih luas. Bahkan mata pelajaran baru dapat saja muncul dan dimanfaatkan guna pemecahan masalah. Sistem penyampaian menggunakan sistem pengajaran unit, baik pengalaman (experience) atau pelajaran (subject matter unit). Peran guru sama aktifnya dengan peran murid, sebab guru selaku pembimbing.
Beberpa manfaat kurikulum terpadu ini antara lain:
a)      Segala sesuatu yang dipelajari anak merupakan unit yang bertalian erat, bukan fakta yang terlepas satu sama lain.
b)      Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar, murid dihadapkan kepada masalah yang berarti dalam kehidupan mereka.
c)      Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat.
d)     Aktifitas anak-anak meningkat karena dirangsang untuk berpikir sendiri dan berkerja sendiri, atau kerjasama dengan kelompok.
e)      Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan dan kematangan murid.
Disamping itu kurikulum ini juga mempunyai beberapa kelemahan yang diantaranya ialah:
a)      Guru belum siap untuk melaksanakan kurikulum ini.
b)      Organisasin kurang sitematis
c)      Tugas-tuganya memberatkan guru.
d)     Tidak memungkinkan ujian umum, sebab tidak ada unformitas di sekolah-sekolah satu sama lain.
e)      Siswa dianggap tidak mampu ikut serta dalam menentukan kurikulum.
f)       Sarana dan prasarana yang kurang memadai.[11]
Adapun dalam bentuk kurikulum terpadu ini terbagi lagi, meliputi :
a)      Kurikulum inti (core curriculum)
Kurikulum ini bertujuan untuk mengembangkan integrasi, melayani kebutuhan siswa dan meningkatkan keaktifan belajar dan hubungan antara kehidupan dan belajar. Ciri yang membedakan kurikulum inti, yaitu: Kurikulum inti menekankan kepada nilai-nilai sosial, unsur universalitas dalam suatu kebudayaan memberikan stabilitas dan kesatuan pada masyarakat. Struktur kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial. Karakteristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah: Kurikulum ini direncanakan secara berkelanjutan (continue), selalu berkaitan dan direncanakan secara terus-menerus. Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari pengalaman yang saling berkaitan. Isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah atau problema yang dihadapi secara aktual. Isi kurikulum cenderung mengambil atau mengangkat substansi yang bersifat pribadi maupun sosial. Isi kurikulum ini difokuskan berlaku untuk semua siswa, sehingga kurikulum ini sebagai kurikulum umum, tetapi substansinya bersifat problema, pribadi, sosial dan pengalaman pribadi.
Manfaat kurikulum inti adalah: Segala sesuatu yang dipelajari dalam unit bertalian erat, kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar, kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat dan kurikulum ini sesuai dengan paham demokrasi serta kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat.
b)      Kurikulum yang berlandaskan pada proses sosial dan fungsi kehidupan (social functions and persistens situations).
Dalam pengembangan kurikulum ini di dasarkan pada lingkungan sosial anak didik, sehingga pelajaran yang diperoleh  memiliki fungsi dan makna bagi kehidupan sehari-hari dan tidak terpisah dengan kondisi masyarakat.[12]
c)      Kurikulum yang berpusat pada kegiatan atau pengalaman (experience and activity curriculum)
Kurikulum ini dikenal juga dengan sebutan activity curriculum. mengutamakan kegiatan-kegiatan atau pengalaman-pengalaman siswa dalam rangka membentuk kemampuan yang terintegritas dengan lingkungan maupun potensi siswa. Kurikulum ini berupaya mengatasi kelemahan pada subject curriculum, yakni anak lebih banyak menerima (passive). Rasional penggunaan bentuk kurikulum ini adalah: Belajar dapat terjadi dengan proses mengalami. Anak dapat belajar dengan baik bila ia dihadapkan dengan masalah aktual, sehingga dapat menemukan kebutuhan reel atau minatnya. Belajar merupakan transaksi aktif. Belajar secara aktif memerlukan kegiatan yang bersifat vital, sehingga dapat berupaya mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan pribadinya.

D.    Strategi pelaksanaan kuriklum
Strategi pelaksanaan kurikulum adalah cara-cara yang harus ditempuh untuk melaksanakan suatu kurikulum sekolah, yang meliputi: pelaksanaan pengajaran atau pembelajaran, penilaian, bimbingan dan penyuluhan, serta pengaturan kegiatan sekolah secara keseluruhan. Strategi pelaksanaan kurikulum merupakan bagian yang termasuk dalam bidang garap pengembang kurikulum. Dengan strategi pelaksanaan kurikulum ini, maka para pelaksana (kepala sekolah dan guru) mempunyai pedoman kerja yang pasti, sesuai dengan ketentuan kurikulum yang dijalankan, sehingga kemungkinan pencapaian tujuan pendidikan menjadi semakin besar. 
a.       Pelaksanaan Pengajaran
Kalau diingat kurikulum adalah suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Dalam interaksi pendidikan, pelaksanaan pengajaran merupakan hal yang sangat penting. Dari pelaksanaan pengajaran inilah hasil suatu proses pembelajaran (belajar dan mengajar) dinilai berhasil atau tidak.[13] Di antara hal yang termasuk dalam pelaksanaan pembelajaran adalah pemilihan metode dan alat atau media pendidikan yang digunakan. Sebagai contoh, dalam pelajaran Bahasa Indonesia terdapat materi berpidato. Karena berpidato merupakan sebuah keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, maka metode yang tepat adalah demonstrasi (praktik pidato). Bukan sekedar mempelajari teori pidato. Pengetahuan tentang konsep, prosedur, dan strategi pidato memang diperlukan, tetapi tidak cukup berhenti di situ. Melainkan harus berlanjut sampai pada praktik berpidato. Selanjutnya agar pembelajaran lebih menggairahkan, maka diperlukan media audio-visual. Dengan cara ini, siswa dapat menginspirasi model bagaimana orang dapat berpidato dengan baik. Namun, pemilihan media audio-visual (rekaman) ini cocok bagi  sekolah yang memiliki fasilitas itu. Bagi sekolah yang tidak mempunyai fasilitas audio-visual, maka guru harus mencari media lain atau strategi lain yang sesuai. Misalnya, dengan menugasi anak untuk mencermati kegiatan pidato pada siaran televisi atau radio di rumah.  Strategi pelaksanaan pengajaran umumnya dalam bentuk tatap muka di kelas, yang dilakukan guru berdasarkan perencanaan pembelajaran yang disusun sebelumnya. Dalam berbagai perkembangan kurikulum di Indonesia rencana pembelajaran ini  dikenal dengan istilah-istilah Model Satuan Pelajaran (MSP atau SP), Satuan Pelajaran (Satpel), atau dalam KTSP dikenal dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam rencana pembelajaran itu dicantumkan komponen-komponen tujuan atau kompetensi, kegiatan pembelajaran, bahan pelajaran, metode alat atau media, dan evaluasinya. Rencana pembelajaran ini disusun untuk kepentingan guru dalam mengajar.
 Strategi pelaksanaan pengajaran lainnya adalah sistem modul. Modul disusun dalam bentuk satuan-satuan pelajaran.  Modul ini disusun untuk murid. Dengan modul diharapkan murid dapat belajar sendiri berdasarkan petunjuk-petunjuk yang dicantumkan. Karena harus memberikan kemungkinan murid belajar sendiri, maka modul disusun dengan uraian dan jabaran yang lengkap. Strategi pelaksanaan pengajaran lain adalah Paket Belajar. Untuk pelajar disiapkan paket-paket pelajaran yang  berisi satuan-satuan pelajaran lengkap dengan alat evaluasi dan umpan baliknya. Strategi ini juga memberikan peluang siswa belajar sendiri. Paket Belajar juga dikembangkan di perguruan tinggi dalam program belajar jarak jauh (PBJJ atau PJJ).
b.      Pendekatan Keterampilan Proses[14]
Keterampilan proses sudah kita kenal semenjak Kurikulum 1984. Hingga saat ini pendekatan tersebut masih sesuai untuk diterapkan dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Pendekatan keterampilan proses menekankan terlaksananya komunikasi dua arah.[15] Komunikasi dua arah mengindikasikan adanya peran serta aktif pada diri guru dan murid. Dalam proses pembelajaran murid terlibat secara fisik dan mental, sehingga apa yang diperoleh siswa dapat lebih mendalam. Melalui keterampilan proses, siswa didorong untuk mendapatkan informasi (ilmu), mengelola, mempergunakan, dan mengomunikasikannya. Dalam hal ini, siswa tidak hanya mempelajari isi pelajaran, tetapi juga belajar bagaimana belajar (learning how to learn). Keterampilan “mendapatkan” pengetahuan itulah yang sangat ditekankan pada pendekatan keterampilan proses.  Penerapan pendekatan itu diawali dengan kegiatan pemanasan, yakni mengarahkan siswa pada pokok persoalan yang akan dipelajari. Misalnya dengan mengulas pelajaran minggu lalu yang terkait, meminta pendapat siswa, dan sebagainya. Kegiatan ini mengondisikan siswa untuk siap dalam belajar, baik secara fisik, mental, maupun emosional. Kegiatan dilanjutkan dengan serangkaian  aktivitas mengamati, menginterpretasikan, meramalkan, menemukan konsep, merencanakan kegiatan lanjutan, melakukan penelitian, dan mengomunikasikan hasil temuan. Tampaknya, langkah-langkah pendekatan keterampilan proses sangat menekankan pada aktivitas akademik belaka. Nilai akademik memang kental sekali, tetapi di tengah pelaksanaan proses belajar sebetulnya terbangun juga sikap-sikap sosial melalui kerja sama antar siswa dalam kelompok dengan sikap sportif saling mendukung. Misalnya, untuk menemukan suatu konsep anak harus melakukan serangkaian prosedur. Dalam prosedur ini bisa jadi ada aktivitas yang berat bila dilakukan anak seorang diri. Untuk mengatasinya, seorang siswa dapat bekerja sama dengan siswa lainnya. Namun, kerjasama itu tetap harus dibangun berdasarkan tanggung jawab individu. Bukan sekedar ikut secara kelompok, tetapi siswa tertentu boleh untuk tidak melakukan apa-apa.  Hal penting lainnya dalam keterampilan proses adalah mengkomunikasikan hasil temuan. Melalui kegiatan ini siswa dilatih untuk mampu menginformasikan  temuannya secara  lisan atau tertulis.
c.       Kegiatan Kokurikuler dan Ekstrakurikuler
  Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah dikenal adanya tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Ketiganya merupakan satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan secara keseluruhan pada suatu sekolah.[16] Kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan utama persekolahan yang dilakukan dengan menggunakan jatah waktu yang telah ditentukan dalam struktur program. Kagiatan ini dilakukan guru dan siswa dalam jam-jam pelajaran tiap hari. Kegiatan intrakurikuler ini dilakukan untuk mencapai tujuan minimal setiap mata pelajaran, baik yang tergolong program inti ataupun program khusus.
1)      Kegiatan Kokurikuler
Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk lebih menmperdalam dan menghayati materi  pelajaran yang telah dipelajari dalam kegiatan intrakurikuler di dalam kelas.[17] Kegiatan ini dapat dilakukan secara individual atau kelompok. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan ialah menghindari terjadinya pengulangan dan ketumpangtindihan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain.
Selain itu, juga perlu dijaga agar para siswa tidak ”overdosis” karena semua guru memberi tugas dalam waktu yang bersamaan, sehingga siswa menanggung beban yang sangat berat. Oleh karena itu, koordinasi dan kerja sama antar guru merupakan hal yang perlu dilakukan, misalnya, melalui analisis pokok bahasan sejak awal dan merancang kegiatan kokurikulernya.
Dari pokok-pokok landasan pelaksanaan kegiatan kokurikuler, hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam merancang  dan melaksanakan kegiatan kokurikuler ialah sebagai berikut:
a)      Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan yang berkaitan langsung dengan kegiatan intrakurikuler.[18] Tujuannya, untuk memberikan kesempatan kepada siswa  mendalami dan menghayati materi pelajaran.
b)      Tidak menimbulkan beban berlebihan bagi siswa.
c)      Tidak menimbulkan tambahan beban biaya yang memberatkan siswa atau orang tua.
d)     Penanganan kegiatan kokurikuler dilakukan dengan sistem administrasi yang teratur, pemantauan, dan penilaian.
2)      Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler dimaksudkan sebagai kegiatan yang diarahkan untuk memperluas pengetahuan siswa, mengembangkan nilai-nilai atau sikap, dan menerapkan secara lebih lanjut pengetahuan yang telah dipelajari siswa dalam mata pelajaran program inti dan pilihan.[19] Walapun sama-sama dilaksanakan di luar jam pelajaran di kelas, bila dibandingkan dengan kokurikuler, kegiatan ekstrakurikuler ini lebih menekankan pada kegiatan kelompok. Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dengan memperhatikan minat dan bakat siswa, serta kondisi lingkungan dan sosial budaya. Pelaksanaannya ditangani oleh guru atau petugas lain yang ditunjuk. Kegiatan keolahragaan seperti bola basket, bola voli, dan pencak silat, dipilih sesuai dengan minat dan bakat siswa. Begitu pula dalam bidang penalaran seperti jurnalistik dan kelompok ilmiah remaja. Juga dalam bidang seni seperti drama, lukis, dan tari. Keseluruhan bidang ini merupakan wahana untuk memperluas wawasan, serta membangun nilai dan sikap positif siswa.
d.      Bimbingan Karier atau penyuluhan
Bimbingan karier merupakan kegiatan bimbingan untuk membantu para siswa memahami dirinya sendiri, lingkungan, dan masa depannya. Pelaksanaan bimbingan (dan penyuluhan) dapat dilakukan secara individual maupun kelompok, dengan menekankan pada perkembangan dan kecenderungan individu. Bimbingan dan penyuluhan ini terutama dimaksudkan untuk membantu siswa dalam menetapkan pilihan program (bidang keilmuan) yang terkait dengan masa depannya, seperti dalam pemilihan program (IPA, IPS, atau Bahasa) dan pemilihan jurusan atau perguruan tinggi bila siswa akan melanjutkan sekolah.[20]
e.       Penilaian
Berfungsi sebagai control terhadap keberhasilan pembelajaran. Karena dari evaluasi dapat diketahui tingkat penguasaan tujuan pelajaran oleh siswa dalam bentuk hasil belajar yang dicapainya.[21]
f.       Administrasi dan Supervisi Pendidikan
Administrasi pendidikan di sekolah berhubungan dengan: pengaturan proses pembelajaran, peralatan pembelajaran, pemanfaatan dan pemeliharaan gedung, perlengkapan, keuangan, dan sebagainya. Agar dapat mendukung secara optimal pencapaian tujuan pendidikan, maka semua itu harus dilakukan secara sistematis, terinci, dan terencana. Supervisi pendidikan merupakan bantuan yang diberikan kepada seluruh staf, khususnya guru  untuk mengembangkan proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.[22]










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Adapun yang dapat disimpulkan dari makalah ini adalah Organisasi kurikulum merupakan hal yang terpenting dalam mencapai tujuan pendidikan, oleh sebab itu pengorganisasian dalam kurikulum sangat diperlukan dan diharuskan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Melalui organisasi kurikulum ini, guru dan pengelola pendidikan akan memiliki gambaran yang jelas tentang tujuan program pendidikan, bahan ajar, tata urut dan cakupan materi, penyajian materi, serta peran guru dan murid dalam  rangkaian pembelajaran. Cara pengembang kurikulum mengorganisasikan kurikulum akan berkaitan pula dengan bentuk atau model kurikulum yang dianutnya.
            Adapun cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan adalah dengan menyusun struktur program organisasi kurikulum yaitu struktur vertikal dan struktur horizontal. Struktur horizontal berkaitan dengan bagaimana bahan atau mata pelajaran diorganisasikan serta disusun dalam pola-pola tertentu. Adapun struktur vertikal berkaitan dengan sistem pelaksanaan kurikulum di sekolah.

B.    Saran
Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, serta masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Harapan kami, makalah yang sederhana ini, dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya pagi para pembaca.










DAFTAR PUSTAKA


Nurdin, Safruddin, 2002, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat Pers.

Zaini, Muhammad, 2009, Pengembangan Kurikulum: Konsep Implementasi dan Inovasi, Yogyakarta: Teras.

Ghofi, Abdul, 1993, Pengenalan Kurikulum Madrasah, Solo: CV, Ramadhani.

Nurgiyantoro, Burhan,1988, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, Yogyakarta: BPFE.

Muhaimin, 1991, Konsep Pendidikan Islam, Solo: CV.Ramadhani.

Hamalik Oemar, 1993, Pengambangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, Bandung: PT. Tri Genda Karya.





[1] Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam, (Solo: CV.Ramadhani, 1991), 41.
[2] Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum: Konsep Implementasi dan Inovasi, (Yogyakarta: Teras, 2009), 61.
[3] Abdul Ghofir, Pengenalan Kurikulum Madrasah, (Solo: CV, Ramadhani,1993), 49.
[4] Burhan Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah, (Yogyakarta: BPFE,1988), 111.
[5] Muhammad Zaini, Ibid., 62.
[6] Oemar Hamalik, Pengambangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung: PT. Tri Genda Karya, 1993), 53.
[7] Muhammad Zaini,Ibid., 65
[8] Safruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum,(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 44-45.
[9] Muhammad Zaini,Ibid., 68.
[10] Muhammad Zaini,Ibid., 71.
[11] Muhammad Zaini,Ibid., 72-73.
[12] Muhammad Zaini,Ibid., 73.
[13] Burhan Nurgyantoro,Ibid., 130.
[14] Burhan Nurgyantoro,Ibid., 131
[15] Burhan Nurgyantoro,Ibid., 131
[16] Burhan Nurgyantoro,Ibid., 136.
[17] Burhan Nurgyantoro,Ibid., 137.
[18] Burhan Nurgyantoro,Ibid., 137.
[19] Burhan Nurgyantoro,Ibid., 138.
[20] Burhan Nurgyantoro,Ibid., 139.
[21] Muhammad Zaini, Ibid., 90.
[22] Muhammad Zaini, Ibid., 90.
»»  READMORE...