Pages

Selasa, 01 Januari 2013

ETOS KERJA MENURUT ISLAM


Manusia dan kerja adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan menurut Islam keadaan dan keberadaan manusia dinilai dari kerjanya. Tanpa kerja, manusia lemah sehingga dianggap kurang berarti keberadaannya. Bahkan dengan tegas Allah berfirman :
إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib manusia sebelum mereka merubah apa yang ada pada dirinya”. (QS. 13/al-Ra’d :11).
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
Dan bahwasanya seorang manusia tidak akan memperoleh, selain apa yang telah diusahakannya” (QS.53/al-Najm:39)
Berangkat dari petunjuk Allah SWT tersebut, maka sangat relevan kalau kita berbicara tentang etos kerja sebagai salah satu ciri dari manusia modern. Secara harfiah perkataan etos berasal dari bahasa Yunani, yang berarti watak atau karakter. Dengan demikian etos adalah karakteristik (watak) dan sikap, kebiasaan, serta kepercayaan seseorang dalam memandang kerjanya dan cara menangani kerjanya.
Karena Islam menggariskan kerja sebagai unsur penting keberadaan manusia itu sendiri. Maka manusia diciptakan Allah karena adanya kerja itu sendiri, jika manusia tidak bekerja, itulah yang membuat manusia keluar dari eksistensinya yang sesungguhnya.
Oleh karenanya sungguh beralasan mengapa nabi menjelaskan bahwa Allah SWT mencintai Hamba-Nya yang bekerja. Nabi Muhammad pernah mencium tangan sahabat Saad bin Muadz ketika melihat tangan Saad sangat kasar akibat bekerja keras, seraya berkata : “Kaffani yuhibbuhuma llahu ta’ala” artinya inilah tangan yang dicintai Allah ta’ala. Nabi Muhammad SAW mengingatkan pula bahwa bekerja dengan sepenuh hati, mengejar kesempurnaan (perfectness) merupakan hal yang sangat dicintai Allah, Karena Allah mencintai hamba-Nya yang bekerja dengan sempurna. Allah sendiri menyatakan DiriNya senantiasa berada dalam kesibukan Allah (QS.Ar-Rahman:29). hal ini memberi tuntunan kepada manusia agar senantiasa bekerja; bahkan dalam sebuah ayat Allah memerintahkan :
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
setelah selesai dengan pekerjaan yang satu agar dilanjutkan dengan pekerjaan lain” (QS. 94/Al-Insyiraah:7)
Maka dalam Islam tidak ada istilah istirahat kerja, sebab Setelah kita menyelesaikan satu rencana, Islam mengajarkan agar kita mengerjakan urusan atau menyelesaikan program-program kerja selanjutnya dengan sungguh-sungguh.
Dalam hal kerja ada satu hal yang perlu diingat bahwa banyak orang yang bekerja, namun ia tidak tahu mengapa Allah dilibatkan dalam kerjanya. Banyak orang yang bekerja hanya untuk uang, terlepas apakah itu dilakukan atas dasar iman kepada Allah atau tidak, bukan hal yang penting. Padahal sesungguhnya manusia dituntut agar mengerahkan hidup nya untuk Allah dan juga matinya juga karena Allah.
Maka oleh sebab itu hendaklah usaha atau kerja itu dilakukan dengan niat ikhlas, yaitu dengan mengharap ridha Allah. Sebab setiap orang akan menerima imbalan atau balasan dari Allah sejalan dan seimbang dengan amal perbuatannya (QS.99/Az-Zalzalah:7-8).
Dan sesungguhnya seseorang akan dinilai kerjanya berdasarkan niat, jika niatnya dunia maka akan mendapatkan dunia dan tidak sedikitpun memperoleh bagiannya diakhirat.

0 komentar:

Posting Komentar