Pages

Selasa, 01 Januari 2013

JUJUR DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Masalah JUJUR termasuk salah satu topik yang sangat ramai dibicarakan oleh setiap lapisan masyarakat. Hal ini termasuk sebuah fenomena yang sangat menarik untuk diperhatikan. Selain merupakan dasar agama, kejujuran juga salah satu syarat berkembangnya sesuatu bangsa.
Jujur termasuk salah satu sikap yang langka dan sangat mahal dan hampir terabaikan oleh masyarakat, bangsa atau negara. Maka untuk kemajuan bangsa perlu ditumbuhkan kesadaran sikap jujur ini sehingga tercapai ketertiban, keadilan dan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat.
Di dalam Al-Qur’an kata jujur disebutkan sebanyak + 145 kali. Pengertian orang yang jujur adalah orang menyampaikan sesuatu sesuai dengan kenyataan dan perkataannya tidak bertentangan dengan perasaannya. Kejujuran seseorang belum benar bila hanya berupa perkataan, tetapi mesti disertai dengan perbuatan. Dengan penjelasan-penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa jujur adalah perkataan dan perbuatan yang sesuai dengan kenyataan serta mengandung kebenaran. Begitupula sebaliknya seseorang itu belum melakukan kejujuran bila hanya perbuatannya yang benar, sedangkan perkataannya mengandung kebohongan dan menimbulkan kekacauan dan keonaran.
Ahmad Khalil Jum’at menuliskan ada enam tingkatan kejujuran. Setiap tingkatan memiliki maknanya masing-masing yang sesuai dengan tingkatannya, yakni sebagai berikut :
Ø Jujur perkataan, yaitu pemberitaan dan penyampaian pesan yang mengandung kebenaran dan sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Di dalamnya juga termasuk pemberian janji-janji dan menepatinya.
Ø Jujur niat dan kemauan, yakni keikhlasan kepada Allah SWT, dalam setiap gerak dan tindakan. Apabila terdetik perasaan ria dan keangkuhan dalam melakukan sesuatu, maka kejujuran niat dan kemauannya menjadi rusak hingga masuk dalam kategori dusta.
Ø Jujur dalam pendirian, yaitu kehendak kuat kepada kebaikan. Hal ini seperti pernyataan “apabila Allah SWT memberikan suatu kekuasaan kepada saya, maka saya akan bertindak adil dan jujur”. Pada saat ia mendapatkan suatu kedudukan, sekecil apapun jabatannya, ia harus berbuat adil dan jujur, walaupun tantangan-nya sangat berat. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakannya, maka ia tergolong orang yang tidak jujur atau pendusta.
Ø Jujur dalam kesetiaan pada rencana. Hal ini berkaitan dengan sikap dan tindakan terhadap rencana untuk melakukan kebaikan. Ketika hendak melakukan sesuatu, lazimnya seseorang membuat rencana. Pada saat melaksanakan rencana tersebut ia tetap istiqamah dan menolak rasa ragu-ragu, rasa malas serta perasaan-perasaan yang tidak baik lainnya untuk melakukannya secara sempurna, walaupun terhadap tantangan yang sangat berat. Sikap dan tindakan seperti inilah yang tergolong jujur terhadap rencana.
Ø Jujur dalam perbuatan, yakni melakukan sesuatu yang baik dan benar secara sungguh-sungguh dalam berbagai situasi dan kondisi. Di dalamnya terdapat kesesuaian antara pernyataan bathin dengan sikap dan tindakan yang dimunculkan.
Ø Jujur dalam menjalankan ajaran-ajaran agama, yakni bersungguh-sungguh dalam melaksanakan seluruh perintah Allah SWT, dengan mengagungkan nama-Nya dan mengharapkan ridha-Nya, tawakal dan hidup zuhud (tidak terlena dan hanyut dalam kemegahan duniawi). Kejujuran dalam bentuk inilah yang tertinggi dan paling mulia. Karena dengan kejujuran ini seseorang itu telah memenuhi tujuan penciptanya di permukaan bumi ini yang tiada lain adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT. (Lihat QS.Adz-Dzariyaat, 51:56), dan dengan mematuhi seluruh perintah Allah SWT, hal-hal yang bersifat negatif dapat terantisipasi dengan baik.

0 komentar:

Posting Komentar