Pages

Senin, 03 Juni 2013

'KEMUNDURAN TIGA KERAJAAN BESAR ISLAM'


Disusun Oleh :
1.      Zuniyah F.K.       : 113511115
2.      Heri Sucipto         : 113511120



PENDIDIKAN MATEMATIKA - FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO SEMARANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, sejarah Islam telah melalui tiga periode yaitu periode klasik (650-1250), periode pertengahan (1250-1800 M), dan periode modern (1800-sekarang). Pada periode klasik, Islam mengalami kemajuan dan masa keemasan. Hal ini ditandai dengan sangat luasnya wilayah kekuasaan Islam, adanya integrasi antar wilayah Islam, serta adanya kemajuan di bidang sains.
Pada abad pertengahan, Islam mengalami kemunduran yang ditandai dengan terpecahnya kerajaan Islam menjadi beberapa kerajaan antara lain:
a.       Kerajaan Usmani di Turki,
b.      Kerajaan Safawi di Persia, dan
c.       Kerajaan Mughal di India.
Kemunculan tiga kerajaan Islam ini banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan peradaban Islam. Kerajaan Usmani meraih puncak kejayaannya dibawah kepemimpinan Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M). Kerajaan Safawi, Syah Abbas I membawa kerajaan tersebut meraih kemajuan dalam 40 tahun periode kepemerintahannya (1588-1628 M). Dan Kerajaan Mughal meraih masa keemasan di bawah Sultan Akbar (1542-1605 M). Seperti takdir yang telah Allah tentukan disetiap kejayaan tentu akan berganti dengan kemunduran bahkan sebuah kehancuran. Demikian pula yang terjadi pada ketiga kerajaan tersebut. Bagaimanakah ketiga kerajaan tersebut bisa mengalami kemunduran? Dan faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab kemunduran tiga kerajaan besar Islam tersebut? Oleh sebab itu dalam makalah ini penulis berusaha mengupas tentang faktor-faktor kemunduran tiga kerajaan Besar Islam.

B.     Rumusan Masalah
1.      Faktor-faktor kemunduran kerajaan Usmani di Turki,
2.      Faktor-faktor kemunduran kerajaan Safawi di Persia,
3.      Faktor-faktor kemunduran kerajaan Mughal di India.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Singkat Kerajaan
1.      Kerajaan Usmani
Nama kerajaan Turki Usmani diambil dan dibangsakan kepada nenek moyang mereka yang pertama, Sultan Usmani Ibnu Sauji Ibnu Ertoghrul Ibnu Sulaiman Syah Ibnu Kia Alp, kepala kabilah Kab di Asia tengah[1]. Setelah Ertoghrol meninggal dunia tahun 1289 M, kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Turki Usmani berkuasa pada abad ke-13 sampai abad ke-20.[2]
Di bawah pimpinan Erthogrul, mereka mengabdikan diri ke Sultan Alaudin II, Sultan Saljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alaudin mendapat kemenangan. Berkat jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dengan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Ertoghrul inilah yang dianggap pendiri Kerajaan Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana ayahnya ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya ia menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan dengan kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang Kerajaan Saljuk dan sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Saljuk ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa Kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaannya dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah, kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga Usman I.
Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300 M), setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat di perluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian, pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota Kerajaan. Pada masa pemerintahan Orkhan (726 H / 1326 M - 761 H / 1359 M) Kerajaan Turki Usmani ini dapat menaklukkan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanli (1330M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Gallipoli (1356 M) daerah ini adalah bagian benua Eropa yang pertama kali di duduki Kerajaan Usmani.

2.      Kerajaan Safawi di Persia
Kerajaan safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Safawiyah, di dirikan pada waktu yang hampir bersamaan dengan berdirinya kerajaan usmani[3]. Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din (1252-1334 M) dan nama safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu dilestarikan setelah gerakan ini mendirikan kerajaan.
Safi Al-Din berasal dari keturunan orang yang berbeda dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari iman syi’ah yang ke enam. Musa Al-Kazim. Gurunya bernama syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Din diambil menantu oleh gurunya tersebut. Safi Al-Din mendirikan tarekat Safawiyah setelah ia menggantikan guru dan sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tassawuf Safawiyah bertujuan memerangi orang-orang ingkar.

3.      Kerajaan Mughal di India
Kerajaan mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi. Jadi, di antara tiga kerajaan besar Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan mughal bukanlah kerajaan Islam pertama anak benua India. Awal kekuasaan islam di wilayah india terjadi pada masa kalifah Al-Walid, dari Dinasti Bani Umayah, penaklukan wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani Umayah di bawah pimpinan Muhammad Ibn Qasim.
Kerajaan Mughal atau Mogul di India diasaskan oleh Babur pada tahun 1526, apabila dia mengalahkan Ibrahim Lodi, sultan terakhir dalam kesultanan Delhi dalam pertempuran pertama Panipat. Kebanyakannya telah ditawan oleh Sher Shah semasa pemerintahan Humayun, tetapi di bawah Akbar, ia berkembang dengan lebih luas, dan terus berkembang hingga akhir pemerintahan Aurangzeb.

B.     KEMUNDURAN TIGA KERAJAAN BESAR  (1700-1800 M)
1.      Faktor-faktor Kemunduran Kerajaan Usmani
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M) kerajaan Turki Usmani mulai mengalami fase kemundurannya. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat. Sultan Sulaiman Al-Qanuni diganti oleh Salim II (1566-1573 M). Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut kerajaan usmani dengan armada laut Bundukia, angkatan sri paus, dan sebagian kapal para pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Pada pertempuran ini, Turki usmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa sultan berikutnya, Sultan Murad III pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut kembali.
Banyak faktor yang menyebabkan Kerajaan Usmani itu mengalami kemundruan, diantaranya adalah :
a.       Wilayah kekuasaan yang sangat luas.
Administrasi pemerintahan yang sangat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administrasi kerajaan Usmani tidak beres.
b.      Heterogenitas penduduk.
Dengan luasnya wilayah secara otomatis terdapat perbedaan bangsa dan agama dari berbagai wilayah. Oleh karena itu, perbedaan bangsa dan agama sering kali melatarbelakangi terjadinya pemberontakan dan peperangan.
c.       Kelemahan para penguasa.
Sepeninggal Sulaiman al-Qanuni, Kerajaan Usmani dipimpin oleh sultan-sultan yang lemah, baik dalam kepribadian maupun kepemimpinannya, akibatnya pemerintah menjadi kacau dan tidak kondusif.
d.      Budaya pungli atau kalau penulis boleh katakan dengan istilah “korupsi sudah membudaya”.
Setiap jabatan yang hendak diraih seseorang, maka harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut.
e.       Pemberontakan tentara Jenissari.
Jernissari adalah tentara kerajaan Usmani yang bertugas dalam ekspansi militer dalam memperluas wilayahnya. Akan tetapi, tentara Jenissari sendiri melakukan pemberontakan. Bahkan pemberontakan dilakukan sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M.
f.       Merosotnya ekonomi.
Hal ini dikarenakan perang yang tak pernah berhenti, sehingga anggaran digunakan untuk kepentingan perang, sedangkan pendapatan berkurang dan belanja negara banyak.
g.      Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.
Hal ini dikarenakan kerajaan Usmani kurang berhasil dalam pengembangan ilmu dan teknologi, dan hanya mementingkan pengembangan kekuatan militer.
Demikian beberapa faktor kemunduran atau kehancuran kerajaan Usmani, yang pada waktu bersamaan pula, menjadi awal dari kekuatan-kekuatan Eropa untuk menduduki wilayah-wilayah yang pernah diduduki oleh kerajaan Usmani.

2.      Faktor-faktor Kemunduran Kerajaan Safawi
Sepeninggal Abbas I Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628-1642 M), Abas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husain (1694-1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M), dan abas III (1733-1736) pada masa raja-raja tersebut kerajaan safawi tidak menunjukan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran.
Sebab-sebab kemunduran Kerajaan Safawi, antara lain:
a.       Para Pemimpin yang lemah.
Safi Mirza, cucu Abbas I, adalah seorang pemimpin yang lemah. Kota Qondahar (sekarang termasuk wilayah afganistan) lepas dari kekuasaan kerajaan safawi, diduduki oleh kerajaan mughal yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Syah Jehan, sementara baghdad direbut oleh kerajaan Usmani.
b.      Para Pemimpin suka minum-minuman keras.
Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Meskipun demikian, dengan bantuan wajir-wajirnya, pada masa kota Qandahar dapat direbut kembali. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya, rakyat bersifat masa bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah Husein yang alim. Pengganti sulaiman ini memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afhganistan, sehingga mereka berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan dinasti Safawi.
c.       Adanya dekadensi moral yang melanda sebagian pemimpin. Hal ini juga turut mempercepat proses kehancuran kerajaan Safawi.
d.      Konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani yang beraliran Syi’ah. karena pasukan ghulam (pasukan budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash.
e.       Adanya konflik internal kerajaan, dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana.

3.      Faktor-faktor Kemunduran Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad dinasti mughal berada dipuncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke 18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuatan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu semakin lama semakin mengancam. Sementara itu pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekutan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Pada masa Aurangzeb, pemberontakan terhadap pemerintah pusat memang sudah muncul tapi dapat diatasi. Pemberontakan ini bermula dari tindakan Aurangzeb yang dengan keras menerapkan pemikiran Puritanisme-nya. Setelah ia wafat, penerusnya rata-rata lemah dan tidak mampu menghadapi problema yang ditinggalkannya.
Ada beberapa faktor juga yang menyebabkan kekuasaan dinasti mughal mundur pada satu setengah abad terakhir dan membawa kepada kehancuran pada tahun 1858 M, yaitu :
a.       Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elit politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
b.      Pendekatan Aurangzeb yang terlampau ”kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan sesudahnya.
c.       Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan
d.      Terjadi stagnasi dalam pembinaan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal.























BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Dari uraian singkat tentang kemunduran tiga kerajaan besar islam (Usmani, Mughal dan Syafawi) di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, tiga kerajaan tersebut merupakan kerajaan islam terbesar, karena dalam waktu kurun yang panjang setelah Bani Abbas mengalami keruntuhan dengan ditandainya jatuhnya kota Baghdad ke tangan bangsa Nongol pada tahun 1258 M, setelah itu umat islam mengalami kemunduran. Umat islam bangkit kembali dengan adanya kerajaan Usmani yang mendiami daerah Nongol dan daerah utara Cina, kemudaian kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India.
Akan tetapi, dalam perjalanannya ketiga kerajaan tersebut mengalami kemunduran. Hal yang paling urgen penyebab kemunduran ketiga kerajaan tersebut antara lain adalah :
a.       Adanya dekadensi moral yang melanda para pemimpin
b.      Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan
c.       Adanya tradisi korupsi
d.      Perebutan kekuasaan
e.       Dan terjadinya stagnasi militer.

B.     Kritik dan saran
Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi kita semua. Dan kami sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharap saran dan kritik dari pembaca budiman, demi kesempurnaan makalah ini.







DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Semarang : Pustaka Setia, 2008.

Syukur, Fatah, Sejarah Peradaban Islam, Semarang : Pustaka Rizqi Putra, 2009.

Mubarok, Dr. H. Jaih, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004.

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Rajawali Pers.

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995.



[1] Fatah Syukur. Sejarah Peradaban Islam. (Semarang  : Pustaka Rizqi Putra. 2009). Hlm. 134.
[2] Dedi Supriyadi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. (Semarang : Pustaka Setia. 2008). Hlm. 248.

[3] Ibid,. Hlm. 253 

0 komentar:

Posting Komentar