Pages

Minggu, 09 Juni 2013

MAKNA PUASA RAMADHAN


Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang_orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari_hari yang lain. dan wajib bagi orang_orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui. (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan_penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari_hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk_Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. [QS. Al_Baqarah (2): 183-185] 
Allah subhanahu wa ta’ala telah mengutamakan sebagian waktu melebihi yang lain dan menuliskan sebagian hari dan malam di atas hari dan malam yang lain,[1] serta menjadikannya sebagai dagangan yang menguntungkan bagi hamba_Nya yang mukmin.  Allah subhanahu wa ta’ala juga memilih sesuatu yang dikehendaki_Nya. Allah memilih tempat yang dikehendaki_Nya, pilihan_Nya sendiri ada yang menjadi Rasul, pemimpin negara, gubernur, walikota, kepala sekolah, cendikiawan, dan sebagainya. Allah subhanahu wa ta’ala memilih gua Hira’ yang dikehendaki-Nya sebagai tempat pertemuan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Malikat Jibril ‘Alaihissalam. Kemudian Allah juga memilih Makkah Al_Mukarramah yang dikehendaki_Nya sebagai kiblat kaum Muslimin dan memilih juga kota Madinah sebagai basis pertahanan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyebarkan risalah Ilahi.
Selain hal-hal di atas, Allah subhanahu wa ta’ala juga telah memilih bulan suci ramadhan sebagai bulan kemuliaan yang di dalamnya terdapat begitu banyak manfaat yang bisa diperoleh oleh umat Islam, baik yang akan dirasakan dalam kehidupan di dunia terlebih lagi di kehidupan akhirat kelak.
Dalam Islam bulan Ramadhan mempunyai makna yang istimewa dan kedudukan yang mulia. Banyak kejadian atau peristiwa penting yang terjadi pada bulan ini.[2] Sehingga sudah seharusnya kita memaknai bulan suci Ramadhan ini dengan berbagai amal kebajikan, di antaranya adalah puasa selama bulan Ramadhan.
A.            PENGERTIAN PUASA RAMADHAN
Puasa (shaum), menurut bahasa Arab artinya menahan dari segala sesuatu, seperti menahan tidur, menahan berbicara, menahan makan, dan sebagainya.[3] Hal yang serupa dikatakan oleh Usamah Abdul Aziz bahwa puasa (shaum) pada dasarnya berarti menahan diri dari melakukan suatu perbuatan, baik makan, berbicara maupun berjalan. Oleh karena itu, kuda yang tidak mau berjalan atau memakan rumput disebut shaim (kuda yang tidak mau berjalan). Penyair berkata, “Khailun Shiyaamuw wa Ukhro Ghairu Shaaimatin” artinya kuda_kuda ini tidak mau berjalan dan kuda_kuda yang lain mau berjalan.[4]
Sedangkan puasa (shaum) menurut istilah agama Islam adalah amal ibadah yang dilaksanakan dengan cara menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam matahari disertai dengan niat karena Allah dengan syarat dan rukun tertentu.[5] Namun ada yang mengatakan bahwa puasa (shaum) adalah bentuk menahan yang khusus pada waktu yang khusus dengan cara yang khusus pula.[6] Adapun pengertian Ramadhan adalah pembakaran.[7] Istilah Ramadhan telah menjadi nama salah satu bulan dalam sistem penanggalan Hijriyah.
Dengan demikian, puasa Ramadhan adalah amal ibadah yang dilakukan dengan cara menahan yang khusus, yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa pada waktu yang khusus yaitu selama bulan Ramadhan mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari disertai niat karena Allah dengan syarat dan rukun tertentu..
B.            KEWAJIBAN PUASA RAMADHAN
Puasa Ramadhan mulai diwajibkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala atau umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Sya’ban, satu setengah tahun setelah hijrah. Ketika itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam baru diperintahkan untuk mengalihkan kiblat dari Baitul Maqdis di Yerusalem ke Masjidil Haram di Makkah. Adapun perintah untuk melaksanakan puasa terdapat dalam Alquran surat Al_Baqarah ayat 183 yang berbunyi,
“Hai orang_orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang_orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” [QS. Al_Baqarah (2): 183] [8]
Kemudian, dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang akan mendapatkan kehinaan dan kerendahan jika dia memasuki bulan Ramadhan dan Ramadhan ini telah berlalu sebelum dia diampuni.” [HR. At_Tirmidzi, Ahmad, Al_Hakim, dan Ibnu Hibban] [9]
C.            PUASA DAN TAQWA
Di dalam Islam, puasa Ramadhan mempunyai tujuan dalam rangka taqwa kepada Allah Ta’ala sebagaimana dijelaskan pada akhir ayat yang berbunyi “agar kamu bertaqwa.” Adapun pengertian taqwa adalah menjaga diri dari perbuatan yang menyebabkan kemurkaan Allah dan perbuatan yang bisa mendatangkan siksa_Nya. Cara yang ditempuh untuk merealisasikan hal itu adalah dengan menjalankan perintah_perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan_Nya. Juga menjaga jiwa dari perbuatan_perbuatan dosa dan hawa nafsu, serta membersihkan diri dari berbagai macam prilaku (akhlaq) tercela.[10]
Seseorang yang menjalankan puasa Ramadhan harus mengekang diri dari tuntutan biologis, seperti makan, minum, melakukan hubungan suami istri, demi menjalankan printah Allah subhanahu wa ta’ala.
Tentu saja seseorang yang harus mengekang dirinya akan merasa berat, walaupun dilakukan demi menjalankan perintah Allah. Sepanjang bulan suci Ramadhan ia harus menahan diri dengan penuh kesabaran dan menyadari bahwa Allah selalu mengawasinya. Seandainya rasa takut terhadap larangan Allah dalam meninggalkan puasa tidak ada pada dirinya, maka ia tidak akan tahan melakukan puasa Ramadhan. Tentu saja dengan membiasakan diri dalam hal ini, akan tertanam dalam jiwanya rasa ikhlash dalam menjalankan perintah Allah, dan rasa malu jika melanggar larangan-larangan_Nya.
Puasa Ramadhan juga dapat menempa iman seseorang, sehingga kuat laksana baja dalam menghadapi hawa nafsu dan kebiasaan_kebiasaan yang membahayakan. Selain itu juga, puasa Ramadhan dapat mendidik jiwa untuk bertaqwa kepada Allah dan taat melaksanakan perintah-perintah_Nya. Kemudian, puasa Ramadhan dapat melindungi diri dari kemauan hana nafsu atau melaksanakan hal_hal yang telah diharamkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
Itulah hakikat tujuan puasa Ramadhan dan buah yang akan dipetik oleh pelakunya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai berikut: “Puasa adalah benteng (dari perbuatan maksiat), apabila salah seorang di antara kamu melakukan puasa, maka janganlah berbicara kotor dan jangan berlaku seperti orang bodoh. Jika ada yang mencari atau mengajak bertengkar, maka katakanlah, ‘Saya sedang puasa, saya sedang puasa’.” [HR. Bukhari]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda, “Barangsiapa tidak mau meninggalkan perkataan bohong dan melakukan perbuatan tercela, maka Allah tidak membutuhkan lagi puasanya.”  [HR. Bukhari]
Sabda Nabi Muhammad shalalallahu ‘alaihi wa sallam di atas, memberikan penjelasan kepada kita bahwa yang dimaksud dengan puasa tidak sekedar menahan lapar dan dahaga. Bahkan lebih dari itu, ia harus mengekang nafsu syahwat dan memadamkan api kemarahan serta menundukkan nafsu amarahnya untuk taat kepada Allah. Apabila syarat_syarat yang telah saya sebutkan tadi tidak terpenuhi pada diri seseorang yang melakukan puasa, maka Allah tidak akan memperdulikan lagi puasanya.
D.            PUASA DAN KEBAIKAN
Puasa adalah jalan menuju kebaikan. Apabila seorang yang kaya melakukan ibadah puasa Ramadhan, maka ia akan merasakan sengatan rasa lapar. Dengan demikian, ia akan merasakan belas kasihan terhadap kaum fakir miskin yang selalu mengalami rasa lapar karena hidup mereka serba kekurangan. Oleh karenanya, sebagai kifarah orang yang tidak mampu berpuasa dikarenakan sakit atau sudah tua, harus membayar makanan terhadap kaum fakir miskin sebanyak puasa Ramadhan yang tidak dilakukannya. Juga diwajibkan bagi kaum muslimin membayar zakat fitrah yang diberikan kepada kaum fakir miskin seusai bulan Ramadhan, karena pada waktu itu semua kaum muslimin bersuka ria menyambut kedatangan Hari Raya ‘Idul Fitri. Agar kegembiraan dapat merata ke segenap lapisan masyarakat, maka Islam mewajibkan memberikan zakat fitrah kepada orang_orang yang tidak mampu.
E.             PUASA DAN SABAR
Puasa Ramadhan ini serupa dengan pompa bensin, karena pada bulan ini jiwa manusia diisi dengan energi yang bisa menggerakkan dalam menempuh perjalanan hidup. Tetapi jenis energi apakah yang dipompakan ke dalam jiwa kita dalam bulan Ramadhan itu?
Jawabannya, tidak lain adalah kesabaran dalam pengertian luas, karena puasa adalah separuh dari kesabaran.[11] Seorang muslim berlaku sabar dalam menahan sengatan lapar, haus, dan meninggalkan kebiasaan_kebiasaannya pada siang hari yang dapat membatalkan puasa Ramadhannya. Ia menahan diri dengan sabar dan sukarela demi melaksanakan perintah Allah. Sukarela dalam bersabar menghadapi tekanan hawa nafsu lebih utama dari pada berlaku sabar karena dipaksa oleh keadaan. Dengan sukarela berarti seseorang menjadi tuan bagi dirinya sendiri, dan lebih mampu dalam menghadapi cobaan_cobaan hidup, yang pada kesudahannya sabar akan meresap ke dalam tulang sumsumnya.
F.             PUASA DAN KEKUATAN ROHANI
Di samping menanamkan rasa sabar, puasa Ramadhan juga dapat menempa jiwa seseorang sehingga bersikap cerah, bercahaya dan selalu dekat dengan Allah subahanhu wa ta’ala. Seorang yang melakukan puasa Ramadhan bagaikan Malaikat, jiwanya dipenuhi dengan keluhuran dan akhlaqnya tinggi. Dalam jiwanya terpancar nur rabbani, ibadah adalah reaksinya, sikap yang luhur adalah ciri khasnya, dan ia selalu merasa berada dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, Allah subhaanhu wa ta’ala berfirman sesudah memerintahkan orang_orang yang beriman untuk berpuasa dengan lafadz sebagai berikut:
“Dan apabila hamba-hamba_Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa sannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang berdoa apabila ia berdoa kepada_Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)_Ku dan hendaklah mereka beriman kepada_Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”  [QS. Al_Baqarah (2): 183] [12]
Kalau kita cermati, seolah_olah susunan urutan ayat tadi memberikan peringatan kepada umat manusia bahwa apabila mereka betul_betul melakukan ibadah puasa Ramadhan, berarti mereka telah siap melakukan munajat dengan Allah.
Apabila kita melakukan puasa Ramadhan dengan sebenar_benarnya, maka dapat menempa budi pekerti seseorang. Dengan puasa Ramadhan seseorang akan membersihkan dirinya dari dosa_dosa dan mampu membiasakan diri untuk taat terhadap Allah. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat lima waktu; dari shalat Jum’at ke shalat Jum’at lainnya; dari bulan Ramadhan ke Ramadhan lainnya adalah merupakan pelebur dosa selagi dosa_dosa besar dijauhi.” [HR. Muslim dan Imam Ahmad]
Kehidupan kita sekarang ini dipenuhi dengan kesibukan_kesibukan. Tentunya hal ini mempunyai pengaruh terhadap selera makan dan kadar makanan yang kita makan. Pada waktu itu, perut kita terus bekerja tanpa hentinya. Anggota pencernaan pun terus bekerja memproses bahan makanan yang sampai ke dalam perut.
Demikian pula pekerjaan_pekerjaan di kantor, sekolah, dan sebagainya akan mengakibatkan banyaknya kadar lemak yang mengendap dalam tubuh kita. Terutama sekali pada urat_urat nadi, yang mengakibatkan anggota_anggota tubuh seseorang cepat rapuh.
Kegemukan, penyakit kencing manis, reumatik, penyakit ginjal, tekanan darah tinggi dan komplikasi_komplikasi terhadap otak, jantung, mata dan ginjal, semua penyakit tersebut dapat dicega dengan cara berpuasa.
Seseorang yang melakukan puasa Ramadhan berarti mengistirahatkan jantung dan menstabilkan cara kerjanya sehingga semua endapan yang dapat membahayakan tubuh dapat dihilangkan. Puasa Ramadhan juga sangat berfaedah bagi hati dan empedu, karena dapat menghilangkan zat lemak dan dapat menjaga seseorang dari penyakit yang menyerang kedua organ tubuh penting tersebut.
Puasa Ramadhan juga dapat menghindarkan seseorang dari berbagai macam penyakit kulit. Di antara penyakit kulit yang dapat disembuhkan oleh puasa Ramadhan adalah penyakit eksim, allergi, dan bisul.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka puasa Ramadhan berarti mengistirahatkan alat pencernaan dan meringankan cara kerjanya, sehingga perut besar, perut kecil, dan usus dua belas jari dapat terhindar dari berbagai macam gangguan yang akan menimpa di masa_masa mendatang. Namun, semua itu dihubungkan dengan orang yang bertubuh sehat. Tetapi, bagi orang yang terkena penyakit keadaannya berbeda. Untuk itulah Islam telah mengetahui keadaan semacam ini. Allah subahanhu wa ta’ala berfirman,
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui. [QS. Al_Baqarah (2): 184] [13]
Demikianlah, makna puasa Ramadhan yang dapat kita ketahui. Semoga dengan pengetahuan yang singkat ini dapat membuat puasa Ramadhan yang kita lakukan tahun ini dapat lebih bermakna dibandingkan dengan puasa Ramadhan tahun kemarin. Amin ya rabbal ‘alamin..!
Saya memohon kepada Allah Ta’ala dengan nama_nama_Nya yang agung dan sifat_sifat_Nya yang mulia agar menjadikan amalan saya yang sedikit ini menjadi amalan yang berkah dan ikhlash semata_mata karena mengharap wajah_Nya yang mulia, serta menjadi sarana pendekat kepada surga_Nya bagi penulis, pembaca, dan orang_orang yang ikut menyebarkannya.
Saya juga memohon kepada Allah Ta’ala agar tulisan ini bermanfaat bagi saya dan semua orang yang membutuhkannya. Sesungguhnya Allah_lah sebaik_baik tempat untuk memohon dan semulia_mulia tempat untuk berharap.
Saya mencukupkan diri bergantung kepada Allah Ta’ala, karena Dia-lah sebaik-baik pemelihara. Sekali lagi, segala puji milik Allah Ta’ala, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada penghulu manusia, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wa sallam, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan orang_orang yang setia mengikuti beliau dengan baik hingga hari kiamat.
Penulis :
Hafiz Muthoharoh, S.Pd.I (Mahasiswa Program Pascasarjana IAIN Raden Fatah Palembang)

[1] Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rabb kita, turun setiap malam ke langit dunia ketika malam tinggal tersisa sepertiga yang terakhir. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: ‘Siapa yang berdoa kepada_Ku, niscaya akan Aku kabulkan. Siapa yang memohon kepada_Ku, niscaya akan Aku perkenankan. Siapa yang memohon ampun kepada_Ku, niscaya akan Aku beri ampunan. Demikianlah terus Allah melakukan hingga datang fajar.” (HR. Bukhari dan Muslim). Lihat Sa’id bin Ali bin Wahf Al_Qathani, Kumpulan Shalat Sunnah dan Keutamaannya, alih bahasa Abu Umar basyir, dari judul asli Shalatut Tathawwu’ Mafhum wa Fadhail wa Aqsam wa Anwa’ wa Adab Fi Dhau’il Kitab was Sunnah, (Jakarta : Darul Haq, 2006), cet. 4, hal. 112
[2] Di antara keistimewaan-keistimewaan dan kemulian bulan Ramadhan adalah (1). Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan Alquran, (2). Ramadhan merupakan satu-satunya nama bulan yang terdapat di dalam Alquran, (3). Kemenang besar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama kaum Muslimin ketika terjadi perang Badar melawan tentara kafir Quraisy, (4). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama kaum Muslimin menaklukkan kota Makkah dan memusnakan berhala di sekitar Ka’bah, (5). Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mejadi Rasul ketika berkhalawat di Gua Hira’, (6). Allah subahanhu wa ta’ala mewajibkan berpuasa bagi setiap muslim, (7). Pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup, (8). Allah subahanhu wa ta’ala memberikan ampunan kepada orang yang berpuasa dengan iman dan ikhlash mengharap ridha Allah. Lihat Tim Editor Agama, Panduan Kegiatan Bulan Ramadhan, (Surakarta: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007), hal. 1
[3] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Jakarta: At_Thahiriyah, 1976), cet. 17, hal. 216
[4] Usamah Abdul Aziz, Puasa Sunnah: Hukum dan Keutamaannya, alih bahasa Abdillah, Lc, dari judul asli Shiyam At_tathawwu’ Fadhail wa Ahkam, (Jakarta: darul Haq, 2005), cet. 2, hal. 5
[5] Muhammad Suparta dan Ghufran Ihsan, Fiqih, (Semarang: CV. Karya Toha Putra, 1996), hal. 36
[6] Lihat Al_Mawardi, Al_Inshaf (3/269).
[7] Lihat Muhammad Suparta dan Ghufron Ihsan, Fiqih, hal. 44
[8] Departemen Agama Republik Indonesia, Al_Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Al_Jumanatul ‘Ali, 2005), hal. 29
[9] Imam At_Tirmidzi menghukumi hadits ini sebagai hadits hasan gharib. Al_Hakim, Ibnu Hibban, dan Al_Dzahabi menghukuminya sebagai hadits shahih. Dan Ibnu Hajar menshahihkan hadits ini karena mempunyai banyak syawahid (hadits_hadits pendukung). Lihat Ahmad Ibn ‘Ali Hajar Al_Asqalani, Fath Al_Bari Sharh Shahih Al_Bukhari, (Beirut: Dar Al_Fikr, tt), Jilid. 11, hal. 168. dan lihat Ahmad Lufti Fathullah, Hadits-Hadits Lemah dan Palsu dalam Kitab Durratun Nashihin (Keutamaan Bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan), (Jakarta: Darrus Sunnah Press, 2006), hal. 70
[10] Abu Ahmadi, Dosa dalam Islam, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), cet. 2, hal. 191
[11] Ahmad Sunarto, Himpunan_Himpunan Khutbah Jum’ah Lengkap dan Praktis, (Jakarta: Amanah, 1979), hal. 389
[12] Departemen Agama Republik Indonesia, Al_Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Al_Jumanatul ‘Ali, 2005), hal. 29
[13] Departemen Agama Republik Indonesia, Al_Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: CV. Al_Jumanatul ‘Ali, 2005), hal. 29

0 komentar:

Posting Komentar