HAJI DAN
UMRAH
Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas pada mata
kuliah Fiqih
Dosen Pengampu : H. Ridwan, M.Ag.
Disusun Oleh :
1.
Sholihatin N :
113511118
2.
Nurkhayati : 113511119
3.
Heri Sucipto :
113511120
PENDIDIKAN MATEMATIKA - FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO
SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Agama Islam bertugas mendidik dhahir
manusia, mensucikan jiwa manusia, dan membebaskan diri manusia dari hawa nafsu.
Dengan ibadah yang tulus ikhlas dan aqidah yang murni sesuai kehendak Allah,
insya Allah kita akan menjadi orang yang beruntung. Ibadah dalam agama Islam
banyak macamnya. Haji adalah salah satunya, yang merupakan rukun islam yang
kelima. Ibadah haji adalah ibadah yang baik karena tidak hanya menahan hawa
nafsu dan menggunakan tenaga dalam mengerjakannya, namun juga semangat dan
harta.
Dalam mengerjakan haji, kita
menempuh jarak yang demikian jauh untuk mencapai Baitullah, dengan segala
kesukaran dan kesulitan dalam perjalanan, berpisah dengan sanak keluarga dengan
satu tujuan untuk mencapai kepuasan batin dan kenikmatan rohani.
Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba memberi penjelasan secara singkat mengenai pengertian haji dan umrah, tujuan yang ingin kita capai dalam haji dan umrah, dasar hukum perintah haji dan umrah, syarat, rukun dan wajib haji dan umrah serta hal-hal yang dapat membatalkan haji dan umrah.
Untuk memperdalam pengetahuan kita, penulis mencoba memberi penjelasan secara singkat mengenai pengertian haji dan umrah, tujuan yang ingin kita capai dalam haji dan umrah, dasar hukum perintah haji dan umrah, syarat, rukun dan wajib haji dan umrah serta hal-hal yang dapat membatalkan haji dan umrah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
pengertian Haji dan Umrah?
2.
Apa dasar
hukum Haji dan Umrah?
3.
Apakah
syarat, wajib serta rukun Haji dan Umrah?
4.
Apa hal yang
disunahkan dalam Haji dan Umrah?
5.
Apa Manfaat
Haji dan Umrah?
C.
Tujuan
penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah :
1.
Untuk
mengetahui pengertian Haji dan Umrah,
2.
Untuk
mengetahui dasar hukum Haji dan Umrah,
3.
Untuk
mengetahui syarat wajib serta rukun Haji dan Umrah,
4.
Untuk
mengetahui hal yang disunahkan dalam Haji dan Umrah,
5.
Untuk
mengetahui manfaat Haji dan Umrah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
HAJI DAN UMRAH
Asal mula arti haji menurut lughah
atau arti bahasa (etimologi) adalah “al-qashdu” atau “menyengaja”. Sedangkan
arti haji dilihat dari segi istilah (terminology) berarti bersengaja mendatangi
Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan tata cara yang
tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut syarat-syarat yang
ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah SWT.
Adapun umrah menurut bahasa bermakna
“ziarah”. Sedangkan menurut syara’ umrah
ialah menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa’i antara Shafa
dan Marwah dan mencukur atau menggunting rambut dengan cara tertentu dan dapat
dilaksanakan setiap waktu.
Allah SWT telah menjadikan baitullah
suatu tempat yang dituju manusia pada setiap tahun.
Allah SWT berfirman :
øÎ)ur
$uZù=yèy_
|Møt7ø9$#
Zpt/$sWtB
Ĩ$¨Z=Ïj9
$YZøBr&ur
(#räϪB$#ur
`ÏB
ÏQ$s)¨B
zO¿Ïdºtö/Î)
~?|ÁãB
(
!$tRôÎgtãur
#n<Î)
zO¿Ïdºtö/Î)
@Ïè»yJóÎ)ur
br&
#tÎdgsÛ
zÓÉLøt/
tûüÏÿͬ!$©Ü=Ï9
úüÏÿÅ3»yèø9$#ur
Æì29$#ur
Ïqàf¡9$#
ÇÊËÎÈ
"Dan (ingatlah), ketika Kami
menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang
aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami
perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang
yang thawaf, yang i´tikaf, yang ruku´ dan yang sujud". (Al-baqarah :125)
Baitullah adalah suatu tempat yang
didatangi manusia pada setiap tahun. Lazimnya mereka yang sudah pernah
mengunjungi Baitullah, timbul keinginannya untuk kembali lagi yang kedua
kalinya. Maka makna Hajjul baiti menurut syara’ ialah : mengunjungi
baitullah dengan sifat yang tertentu, di waktu yang tertentu, disertai dengan
perbuatan-perbuatan yang tertentu pula. Para ulama telah mengkhususkan kalimat haji
untuk mengunjungi ka’bah, untuk menyelesaikan manasik haji.[1]
Dari pengertian
di atas jelas bahwa haji dan umrah sebenarnya hampir sama yaitu dengan sengaja
menuju baitullah untuk melaksanakan ibadah sesuai syarat dan rukunnya, cuma
yang membedakan adalah hukum serta waktu pelaksanaannya.
B.
DASAR HUKUM
PERINTAH HAJI DAN UMRAH
Bagi
seorang Muslim dan Muslimah yang mampu melaksanakannya, ibadah haji itu wajib.[2] Hal ini berdasarkan firman
Allah :
¬!ur
n?tã
Ĩ$¨Z9$#
kÏm
ÏMøt7ø9$#
Ç`tB
tí$sÜtGó$#
Ïmøs9Î)
WxÎ6y
“Allah telah mewajibkan
kepada manusia untuk melaksanakan haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu
mengadakan perjalanannya.” (Ali-Imran : 97)
Juga
berdasarkan hadis yang berbunyi :
بني
الإسلام على خمس : شهادة أن لإ إله إلا الله و أن محمدا رسول الله وإقام الصلاة
وإيتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان(متفق عليه)
“Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu (1) persaksian
bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad SAW. adalah utusan Allah, (2)
mendirikan sholat, (3) mengeluarkan zakat, (4) berkunjung ke Baitulloh, (5)
berpuasa di bulan Romadlon (H.R. Mutafaq Alaih).
Adapun umrah
merupakan sunah yang wajib di atas sunah muakad. Hal ini berdasarkan
firman Allah :
(#qJÏ?r&ur
¢kptø:$# not÷Kãèø9$#ur
¬!
“Sempurnakanlah haji dan umrah itu karena Allah.” (Al-Baqarah :
196)
Sesuai dasar-dasar di atas jelaslah
bahwa bagi umat Islam yang mampu, berkewajiban untuk menunaikan ibadah haji dan
umrah.
C.
SYARAT,
RUKUN SERTA WAJIB HAJI DAN UMRAH
1.
Syarat-syarat
Melakukan Ibadah Haji Dan Umrah
Adapun syarat-syarat wajib ibadah haji dan umrah
adalah :
a.
Islam
Beragama
Islam merupakan syarat mutlak bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji dan
umrah. Karena itu orang-orang kafir tidak mempunyai kewajiban haji dan umrah.
Demikian pula orang yang murtad.
b.
Baligh (dewasa)
Anak kecil
tidak wajib haji dan umrah. Sebagaimana dikatakan oleh nabi Muhammad SAW “Kalam
dibebaskan dari mencatat atas anak kecil sampai ia menjadi baligh, orang tidur
sampai ia bangun, dan orang yang gila sampai ia sembuh”.
c.
Aqil
(berakal sehat)
Orang yang
tidak berakal, seperti orang gila, orang tolol juga tidak wajib haji.
d.
Merdeka
Budak tidak
wajib melakukan ibadah haji karena ia bertugas melakukan kewajiban yang
dibebankan oleh tuannya. Padahal menunaikan ibadah haji memerlukan waktu.
Disamping itu budak itu termasuk orang yang tidak mampu dari segi biaya, waktu
dan lain-lain.
e.
Mampu (Istitha’ah)
Mampu (Istitha’ah) : Kemampuan yang dimaksud adalah
kemampuan dalam hal kendaraan, bekal, pengongkosan, dan keamanan di dalam
perjalanan.
2.
Rukun
Ibadah Haji dan Umrah
Rukun haji dan umrah merupakan ketentuan-ketentuan / perbuatan-perbuatan
yang wajib dikerjakan dalam ibadah haji apabila ditinggalkan, meskipun hanya
salah satunya, ibadah haji atau umrahnya itu tidak sah. Adapun rukun-rukun haji
dan umrah itu adalah sebagai berikut :
a.
Ihram
Melaksanakan
ihram disertai dengan niat ibadah haji dengan memakai pakaian ihram. Pakaian
ihram untuk pria terdiri dari dua helai kain putih yang tak terjahit dan tidak
bersambung semacam sarung. Dipakai satu helai untuk selendang panjang serta
satu helai lainnya untuk kain panjang yang dililitkan sebagai penutup aurat.
Sedangkan pakaian ihram untuk kaum wanita adalah berpakaian yang menutup aurat
seperti halnya pakaian biasa (pakaian berjahit) dengan muka dan telapak tangan
tetap terbuka.
b.
Wukuf di Padang Arafah
Wukuf di Padang Arafah yakni menetap di Arafah,
setelah condongnya matahari (ke arah Barat) jatuh pada hari ke-9 bulan
dzulhijjah sampai terbit fajar pada hari penyembelihan kurban yakni tanggal 10 dzulhijjah.
c.
Thawaf
Thawaf
adalah mengelilingi ka’bah sebayak tujuh kali, dimulai dari tempat hajar aswad
(batu hitam) tepat pada garis lantai yang berwarna coklat, dengan posisi ka’bah
berada di sebelah kiri dirinya (kebalikan arah jarum jam). (kumpulanmakalahpai
haji)
d.
Sa’i antara
Shafa dan Marwah
Sa’i adalah lari-lari kecil sebayak tujuh kali dimulai
dari bukit Shafa dan berakhir di bukit Marwah yang jaraknya sekitar 400
meter.Sai dilakukan untuk melestarikan pengalaman Hajar, ibunda nabi Ismail
yang mondar-mandir saat ia mencari air untuk dirinya dan putranya, karena usaha
dan tawakalnya kepada Allah, akhirnya Allah memberinya nikmat berupa
mengalirnya mata air zam-zam
e.
Bercukur
(Tahallul)
Tahallul
adalah menghalalkan pada dirinya apa yang sebelumnya diharamkan bagi dirinya
karena sedang ihram. Tahallul ditandai dengan memotong rambut kepala beberapa
helai atau mencukurnya sampai habis (lebih afdol).
f.
Tertib
Tertib
maksudnya harus berurutan, semuanya harus dilakukan secara berurutan.
Sedangkan Rukun dalam umrah sama dengan haji yang
membedakan adalah dalam umrah tidak terdapat wukuf.
3.
Wajib Haji
dan Umrah
Wajib haji dan umrah adalah ketentuan-ketentuan yang
wajib dikerjakan dalam ibadah haji dan umrah tetapi jika tidak dikerjakan haji
dan umrah tetap sah namun harus mambayar dam atau denda.
Adapun Wajib-wajib haji adalah :
a.
Ihram dari
miqat
Dalam melaksanakan ihram ada ketentuan kapan pakaian
ihram itu dikenakan dan dari tempat manakah ihram itu harus dimulai. Persoalan
yang membicarakan tentang kapan dan dimana ihram tersebut dikenakan disebut
miqat atau batas yaitu batas-batas peribadatan bagi ibadah haji dan umrah.
Miqat haji ada dua macam :
1.
Miqat
Zamani, yaitu masa memulai ihram atau masa di mana harus dikerjakan manasik
(amalan-amalan) haji.
2.
Miqat
Makani, yaitu tempat memulai ihram.[3]
b.
Melempar
Jumrah
Wajib haji yang kedua adalah melempar jumrah “Aqabah”,
yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah bermalam di Mudzalifah.
Jumrah sendiri artinya bata kecil atau kerikil, yaitu kerikil yang dipergunakan
untuk melempar tugu yang ada di daerah Mina. Tugu yang ada di Mina itu ada tiga
buah, yang dikenal dengan nama jamratul’Aqabah, Al-Wustha, dan ash-Shughra
(yang kecil). Ketiga tugu ini menandai tepat berdirinya ‘Ifrit (iblis) ketika
menggoda nabi Ibrahim sewaktu akan melaksanakan perintah menyembeliih putra
tersayangnya Ismail a.s. di jabal-qurban semata-mata karena mentaati perintah
Allah SWT.
Di antara ketiga tugu tersebut maka tugu jumratul ‘Aqabah atau sering juga
disebut sebagai jumratul-kubra adalah tugu yang terbesar dan terpenting yang
wajib untuk dilempari dengan tujuh buah kerikil pada tanggal 10 Dzulhijjah.
c.
Mabit di
Mudzalifah
Wajib haji yang kedua adalah bermalam (mabit) di
mudzalifah pada malam tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah menjalankan wuquf di
Arafah.
d.
Mabid di
Mina
Wajib haji keempat adalah bermalam (mabid) di mina
pada hari Tasyrik, yaitu pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.
e.
Thawaf Wada’
Thawaf Wada’ yakni thawaf yang dilaksanakan ketika
akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya.[4]
Sedangkan wajib umrah adalah sebagai berikut:
Ihram dari tempat yang telah ditentukan (miqat
makani). Sedang miqat zamaninya tidak ditentukan karena ibadah umrah dapat
dikerjakan sepanjang tahun.
D.
SUNAH,
LARANGAN DAN DAM
1. Sunah haji
a.
Diantara sunah
haji ialah haji ifrad
Haji ifrad artinya : terpisah, yaitu
cara melakukan ibadah haji secara terpisah dari ibadah umrah dengan
mendahulukan ibadah haji.
b.
Membaca
talbiyah dengan suara yang keras bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita sekadar
dapat didengar sendiri. Sunah membaca talbiyah selama ihram sampai melempar Jumrah
aqabah pada hari nahar (hari raya).
Bacaan
talbiyah :
لَبَّيْكَ
اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ
وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ
“Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, Aku datang
memenuhi panggilan-Mu, Aku datang memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu,
Aku datang memenuhi panggilan-Mu, sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap
kekuasaan milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
c.
Berdo’a
sesudah membaca talbiyah, meminta keridhoan Allah, surga dan meminta
perlindungan dari siksa neraka.
d.
Membaca
dzikir waktu thawaf.
e.
Shalat dua
rakaat setelah mengerjakan thawaf.
f.
Memasuki
ka’bah (rumah suci).
2. Larangan dalam haji
Beberapa larangan
dalam haji yaitu :
a.
Bersetubuh,
bermesra-mesraan, berbuat maksiat, dan bertengkar dalam haji.
b.
Dilarang
menikah dan menikahkan (menjadi wali).
c.
Untuk kaum
laki-laki dilarang memakai pakaian yang di jahit, harum-haruman (minyak wangi),
memakai kain yang di celup, menutup kepala, memakai sepatu yang menutup mata
kaki. Adapun kaum wanita, mereka boleh memakai pakaian yang menutupi seluruh
tubuhnya, kecuali muka dan kedua telapak tangannya. Yang haram bagi mereka
hanya kaos tangan dan pakaian yang telah
dicelup dengan celupan yang berbau harum.
d.
Dilarang
menghilangkan rambut dan bulu badan serta memotong
kuku, selama haji kecuali
sakit tetapi wajib membayar dam.
e.
Dilarang berburu
atau membunuh binatang liar yang halal di makan.
3. Dam
Jenis-jenis
Dam yaitu :
a.
Dam (denda)
karena memilih tamattu’ atau qiran. Dendanya ialah : menyembelih seekor kambing
(qurban), dan bila tidak dapat menyembelih kurban, maka wajib puasa tiga hari
pada masa haji dan tujuh hari setelah pulang ke negerinya masing-masing.
b.
Dam (denda)
meninggalkan ihram dari miqatnya, tidak melempar jumrah, tidak bermalam di
muzdalifah dan mina, meninggalkan tawaf wada’, terlambat wukuf di arafah,
dendanya ialah memotong seekor kambing kurban.
c.
Dam (denda)
karena bersetubuh sebelum tahallul pertama, yang membatalkan haji
dan umrah. Dendanya menurut sebagian ulama ialah menyembelih seekor unta, kalau
tidak sanggup maka seekor sapi, kalau tidak sanggup juga, maka dengan makanan
seharga unta yang di sedekahkan kepada fakir miskin di tanah haram, atau puasa
sehari untuk tiap-tiap seperempat gantang makanan dari harga unta tersebut.
d.
Dam (denda)
karena mengerjakan hal-hal yang di larang selagi ihram, yaitu bercukur,
memotong kuku, berminyak, berpakaian yang di jahit, bersetubuh setelah tahallul
pertama. Dendanya boleh memilih diantara tiga, yaitu menyembelih seekor
kambing, kerbau, puasa tiga hari atau sedekah makanan untuk 6 orang miskin
sebanyak 3 sha’ (kurang lenih 9,5 liter).
e.
Orang yang
membunuh binatang buruan wajib membayar denda dengan ternak yang sama dengan
ternak yang ia bunuh.
f.
Dam sebab
terlambat sehingga tidak bisa meneruskan ibadah haji atau umrah, baik terhalang
di tanah suci atau tanah halal, maka bayarlah dam (denda) menyembelih seekor
kambing dan berniatlah tahallul (menghalalkan yang haram) dan bercukur
di tempat terlambat itu.[5]
E.
HIKMAH
IBADAH HAJI DAN UMRAH
Ada beberapa hikmah yang dapat
diambil dari pelaksanaan haji dan umrah, baik dari aspek waktu maupun pelaksanaannya.
Di antara hikmah-hikmahnya adalah sebagai berikut :
1. Dalam
pelaksanaan ihram, manusia dilatih untuk dapat mengendalikan hawa nafsu, khususnya
syahwat, perbuatan-perbuatan dosa, dan hal-hal yang menyenangkan dirinya (hedonis).
2. Dalam pelaksanaan
thawaf, ka’bah merupakan simbol monoteisme (tauhid). Melakukan thawaf
disekeliling ka’bah merupakan simbol bahwa segala usaha kegiatan hidup manusia
didunia ini tidak akan pernah lepas dari pengawasan dan kekuasaan Allah. Dengan
dzikir ketika thawaf yang disertai penghayatan yang mendalam, diharapkan akan
tertanam dalam jiwa orang yang membacanya kesadaran bahwa manusia itu sangat
lemah. Di sini orang akan menganggap bahwa manusia tidak layak berlaku sombong
dan angkuh.
3. Ibadah sa’i
antara Shafa dan Marwah mengingatkan sejarah perjuangan Siti Hajar ketika
mencari air. Ini mengisyaratkan bahwa orang yang haji diharapkan memiliki etos
kerja tinggi, tidak boleh berpangku tangan, mengharap rezeki datang dari
langit.
4. Wukuf
diarafah bisa disebut sebagai malam perenungan. Arafah sendiri berarti
pengalaman. Maksudnya, orang yang melakukan haji dan umrah diharapkan dapat
mengenal jati dirinya, menyadari segala kesalahannya dan bertekad untuk tidak
mengulanginya.
5. Melempar
jumrah terkait erat dengan kisah ibrahim ketika melempar setan. Hal ini
dimaksudkan agar orang yang melakukan haji dan umrah memiliki tekad dan
semangat untuk tidak terbujuk rayuan setan yang merusak dunia ini.
6. Bermalam di
mina dan muzdalifah dan diistilahkan malam istirahat dari rangkaian ibadah
haji. Disini orang dapat memulihkan kondisi yang sangat lelah. Ini sebagai
isyarat bahwa manusia memerlukan waktu istirahat dalam hidup ; tidak selamanya
bekerja sampai tidak ingat menjaga kondisi badan.
7. Dalam tahallul
terkadang ajaran agar manusia mampu mengendalikan sifat pembawaannya. Tahallul
diibaratkan sebagai lampu hijau yang mengisyaratkan kendaraan boleh berjalan
kembali setelah untuk sementara diharuskan berhenti.
8. Khusus untuk
ibadah umrah, ibadah ini memberi kesempatan yang sangat leluasa kepada kaum
muslimin untuk mengunjungi ka’bah karena waktunya tidak ditentukan.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Haji berarti
bersengaja mendatangi Baitullah (ka’bah) untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan
tata cara yang tertentu dan dilaksanakan pada waktu tertentu pula, menurut
syarat-syarat yang ditentukan oleh syara’, semata-mata mencari ridho Allah.
2.
Umrah ialah
menziarahi ka’bah, melakukan tawaf di sekelilingnya, bersa’yu antara Shafa dan
Marwah dan mencukur atau menggunting rambut.
3.
Ketaatan
kepada Allah SWT itulah tujuan utama dalam melakukan ibadah haji.
Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.
Disamping itu juga untuk menunjukkan kebesaran Allah SWT.
4.
Dasar Hukum
Perintah Haji atau umrah terdapat dalam QS. Ali- Imran 97.
5.
Untuk dapat
menjalankan ibadah haji dan umrah harus memenuhi syarat, rukun dan wajib haji
atau Umrah.
6. Hal-Hal yang Membatalkan Haji adalah Jima’, senggama,
bila dilakukan sebelum melontar jamrah ’aqabah dan meninggalkan salah satu
rukun haji.
B.
Saran
Dalam menyusun makalah ini mungkin
belumlah sempurna, karena penulis sendiri belum mendapat kesempatan untuk
menunaikan haji dan umrah. Maka dari itu
penulis berharap hendaknya pembaca memberikan masukan atau penjelasan lebih serta pemberian
contoh yang jelas agar dapat memperbaiki makalah yang penulis susun.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin,
Slamet, 1998. Fiqih Ibadah, Bandung : CV. Pustaka Setia.
Ash
Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi ,1998. Pedoman Haji, Semarang : PT.
Pustaka Rizki Putra
Jabir
El-Jazairi, Abu Bakar, 1991, Pola Hidup muslim, Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya.
Karman. H,
2001. Materi Pendidikan Agama Islam, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
SH, Andy
lolo Tonang, H. 1989. Bimbingan Manasik Ziarah dan Perjalanan Haji,
Departemen Agama.
[1] Teungku Muhammad
Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman
Haji, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra. 1998), hlm. 2.
[2] Abu
Bakar Jabir El-Jazairi, Pola Hidup Muslim, (Bandung : P.T. Remaja
Rosdakarya. 1991), hlm. 274.
[3]Hasbi
ash-Shiddieqy. Op. Cit. Hlm. 43.
0 komentar:
Posting Komentar