Manusia dan kerja adalah dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Bahkan menurut Islam keadaan dan keberadaan manusia
dinilai dari kerjanya. Tanpa kerja, manusia lemah sehingga dianggap kurang
berarti keberadaannya. Bahkan dengan tegas Allah berfirman :
إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا
بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib manusia sebelum mereka merubah
apa yang ada pada dirinya”. (QS. 13/al-Ra’d :11).
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا
سَعَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tidak akan memperoleh, selain apa yang telah
diusahakannya” (QS.53/al-Najm:39)
Berangkat dari petunjuk Allah SWT
tersebut, maka sangat relevan kalau kita berbicara tentang etos kerja sebagai
salah satu ciri dari manusia modern. Secara harfiah perkataan etos berasal dari
bahasa Yunani, yang berarti watak atau karakter. Dengan demikian etos adalah
karakteristik (watak) dan sikap, kebiasaan, serta kepercayaan seseorang dalam
memandang kerjanya dan cara menangani kerjanya.
Karena Islam menggariskan kerja
sebagai unsur penting keberadaan manusia itu sendiri. Maka manusia diciptakan
Allah karena adanya kerja itu sendiri, jika manusia tidak bekerja, itulah yang
membuat manusia keluar dari eksistensinya yang sesungguhnya.
Oleh karenanya sungguh beralasan
mengapa nabi menjelaskan bahwa Allah SWT mencintai Hamba-Nya yang bekerja. Nabi
Muhammad pernah mencium tangan sahabat Saad bin Muadz ketika melihat tangan
Saad sangat kasar akibat bekerja keras, seraya berkata : “Kaffani yuhibbuhuma llahu ta’ala” artinya inilah
tangan yang dicintai Allah ta’ala. Nabi Muhammad SAW mengingatkan pula bahwa
bekerja dengan sepenuh hati, mengejar kesempurnaan (perfectness) merupakan hal
yang sangat dicintai Allah, Karena Allah mencintai hamba-Nya yang bekerja
dengan sempurna. Allah sendiri menyatakan DiriNya senantiasa berada dalam
kesibukan Allah (QS.Ar-Rahman:29). hal ini memberi tuntunan kepada manusia agar
senantiasa bekerja; bahkan dalam sebuah ayat Allah memerintahkan :
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
“setelah selesai dengan pekerjaan yang satu agar dilanjutkan dengan
pekerjaan lain” (QS. 94/Al-Insyiraah:7)
Maka dalam Islam
tidak ada istilah istirahat kerja, sebab Setelah kita menyelesaikan satu
rencana, Islam mengajarkan agar kita mengerjakan urusan atau menyelesaikan
program-program kerja selanjutnya dengan sungguh-sungguh.
Dalam hal kerja ada satu hal yang
perlu diingat bahwa banyak orang yang bekerja, namun ia tidak tahu mengapa
Allah dilibatkan dalam kerjanya. Banyak orang yang bekerja hanya untuk uang,
terlepas apakah itu dilakukan atas dasar iman kepada Allah atau tidak, bukan
hal yang penting. Padahal sesungguhnya manusia dituntut agar mengerahkan hidup
nya untuk Allah dan juga matinya juga karena Allah.
Maka oleh sebab itu hendaklah usaha
atau kerja itu dilakukan dengan niat ikhlas, yaitu dengan mengharap ridha
Allah. Sebab setiap orang akan menerima imbalan atau balasan dari Allah sejalan
dan seimbang dengan amal perbuatannya (QS.99/Az-Zalzalah:7-8).
Dan sesungguhnya
seseorang akan dinilai kerjanya berdasarkan niat, jika niatnya dunia maka akan
mendapatkan dunia dan tidak sedikitpun memperoleh bagiannya diakhirat.
0 komentar:
Posting Komentar