Masalah JUJUR termasuk salah satu
topik yang sangat ramai dibicarakan oleh setiap lapisan masyarakat. Hal ini
termasuk sebuah fenomena yang sangat menarik untuk diperhatikan. Selain
merupakan dasar agama, kejujuran juga salah satu syarat berkembangnya sesuatu
bangsa.
Jujur termasuk salah satu sikap yang
langka dan sangat mahal dan hampir terabaikan oleh masyarakat, bangsa atau
negara. Maka untuk kemajuan bangsa perlu ditumbuhkan kesadaran sikap jujur ini
sehingga tercapai ketertiban, keadilan dan kesejahteraan di tengah-tengah
masyarakat.
Di dalam Al-Qur’an kata jujur
disebutkan sebanyak + 145 kali. Pengertian orang yang jujur adalah orang
menyampaikan sesuatu sesuai dengan kenyataan dan perkataannya tidak
bertentangan dengan perasaannya. Kejujuran seseorang belum benar bila hanya
berupa perkataan, tetapi mesti disertai dengan perbuatan. Dengan
penjelasan-penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa jujur adalah perkataan dan
perbuatan yang sesuai dengan kenyataan serta mengandung kebenaran. Begitupula
sebaliknya seseorang itu belum melakukan kejujuran bila hanya perbuatannya yang
benar, sedangkan perkataannya mengandung kebohongan dan menimbulkan kekacauan
dan keonaran.
Ahmad Khalil Jum’at menuliskan ada
enam tingkatan kejujuran. Setiap tingkatan memiliki maknanya masing-masing yang
sesuai dengan tingkatannya, yakni sebagai berikut :
Ø Jujur perkataan,
yaitu pemberitaan dan penyampaian pesan yang mengandung kebenaran dan sesuai
dengan kenyataan yang sesungguhnya. Di dalamnya juga termasuk pemberian
janji-janji dan menepatinya.
Ø Jujur niat dan
kemauan, yakni keikhlasan kepada Allah SWT, dalam setiap gerak dan tindakan.
Apabila terdetik perasaan ria dan keangkuhan dalam melakukan sesuatu, maka
kejujuran niat dan kemauannya menjadi rusak hingga masuk dalam kategori dusta.
Ø Jujur dalam
pendirian, yaitu kehendak kuat kepada kebaikan. Hal ini seperti pernyataan
“apabila Allah SWT memberikan suatu kekuasaan kepada saya, maka saya akan
bertindak adil dan jujur”. Pada saat ia mendapatkan suatu kedudukan, sekecil
apapun jabatannya, ia harus berbuat adil dan jujur, walaupun tantangan-nya
sangat berat. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakannya, maka ia tergolong
orang yang tidak jujur atau pendusta.
Ø Jujur dalam
kesetiaan pada rencana. Hal ini berkaitan dengan sikap dan tindakan terhadap
rencana untuk melakukan kebaikan. Ketika hendak melakukan sesuatu, lazimnya
seseorang membuat rencana. Pada saat melaksanakan rencana tersebut ia tetap
istiqamah dan menolak rasa ragu-ragu, rasa malas serta perasaan-perasaan yang
tidak baik lainnya untuk melakukannya secara sempurna, walaupun terhadap
tantangan yang sangat berat. Sikap dan tindakan seperti inilah yang tergolong
jujur terhadap rencana.
Ø Jujur dalam
perbuatan, yakni melakukan sesuatu yang baik dan benar secara sungguh-sungguh
dalam berbagai situasi dan kondisi. Di dalamnya terdapat kesesuaian antara
pernyataan bathin dengan sikap dan tindakan yang dimunculkan.
Ø Jujur dalam
menjalankan ajaran-ajaran agama, yakni bersungguh-sungguh dalam melaksanakan
seluruh perintah Allah SWT, dengan mengagungkan nama-Nya dan mengharapkan
ridha-Nya, tawakal dan hidup zuhud (tidak terlena dan hanyut dalam kemegahan
duniawi). Kejujuran dalam bentuk inilah yang tertinggi dan paling mulia. Karena
dengan kejujuran ini seseorang itu telah memenuhi tujuan penciptanya di
permukaan bumi ini yang tiada lain adalah untuk mengabdi kepada Allah SWT.
(Lihat QS.Adz-Dzariyaat, 51:56), dan dengan mematuhi seluruh perintah Allah
SWT, hal-hal yang bersifat negatif dapat terantisipasi dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar