Agama fitrah
Seorang
Muslim adalah khalifah Allah di muka bumi. Keberlangsungan kehidupan di atas
bumi adalah kewajibannya. Islam melarang ummatnya menjauh dari pentas kehidupan
dunia, seperti kehidupan yang dianggap suci oleh ummat budha dengan bertapa atau
mengasingkan diri dari hiruk pikuk kehidupan. Begitupula bagi seorang Hindu
bahwa menjauh dari kehidupan dunia berarti seseorang telah masuk dalam
kedamaian sejati sehingga seorang hindu sangat bercita-cita untuk menjadi shadu
karena itu adalah posisi tertinggi dikalangan mereka. Demikian pula dalam agama
Kristen Katolik yang menganggap untuk mencapai kehidupan yang sempurna,
seseorang harus bisa membuat jarak yang cukup jauh dengan keduniaan seperti
kehidupan membujang (celibate) seperti yang dilakukan oleh Bunda Maria dalam
pengertian mereka.
Lain
halnya dengan Islam, yang diharuskan bagi ummatnya untuk terlibat dalam
proses-proses sosial, dan mereka harus bisa menjadi saksi sejarah bagi
kelangsungan hidup makhluk manusia sebagai tanggung jawab selaku khalifah
Allah.
Kesucian dalam Islam
adalah kemampuan manusia dalam memelihara fitrahnya dari kerusakan sebab
sebagai manusia, ia bukanlah malaikat yang memiliki kekuatan spiritual yang
sangat tinggi. Manusia memiliki nafsu seperti makan, minum, beristri dan
beranak-pinak, sedangkan malaikat tidak demikian. Jadi sangan lumrah sekali
jika para malaikat dianggap sebagai salah satu diantara makhluk Allah paling
suci karena ketiadaan hawa nafsu.
Manusia sebagai makhluk
Allah ditempatkan di muka bumi, dan diberikan nafsu agar dapat menikmati
kehidupan dunia dalam batas-batas tertentu yang dihalalkan Allah swt. Sifat
naluriah manusia untuk mendapatkan keturunan merupakan proses panjang yang
harus dilalui dengan mengikuti tuntunan Allah (swt) agar kesucian dirinya tetap
terjaga diantaranya dengan menjaga spiritual dan kesalehannya sebagai seorang
makhluk Allah.
Ukuran
kesalehan menurut agama Islam bukan dengan memutuskan hawa nafsu tetapi dengan
memeliharanya dan mengendalikannya. Islam melarang seorang Muslim mengharamkan
diri dari makan dan minum dengan keinginan sendiri. Islam bahkan mengharamkan
tindakan berlebihan dalam makan dan minum karena dianggap sebagai perbuatan
yang mubazzir. Batasan yang diberikan oleh Islam sudah sangat jelas, yakni
berbuat di tengah-tengah : tidak berlebihan dan tidak menjauhi sama sekali.
Islam
tidak melarang mereka menikmati keindahan hidup asalakan tidak berlebihan dan
sesuai kebutuhan. Islam sangat membenci kemewahan yang melampaui batas
kemampuan, sebab hal itu dapat menjatuhkan kesucian dirinya. Untuk itulah Islam
mewajibkan seorang hamba untuk mengekang diri pada waktu-waktu tertentu dengan
berpuasa agar dirinya terlatih dalam mengikuti arus kehidupan dan tidak
terjerumus dalam tipu daya hawa nafsu.
Prinsip
kesederhanaan sangat ditekankan dalam Islam, sebagaimana hadits Rasulullah saw
menyebutkan : “sebaik-baik perkara adalah
pertengahannya”, yang tujuannya agar manusia tidak
mengalami gangguan ketenangan hidup dan kebahagiaan hatinya akibat keinginan
yang terlalu ditekan atau keinginan yang terlalu diperturutkan.
Dalam
menjalankan perintah agama juga demikian. Seperti terlalu berlebihan dalam
memahami agama sehingga memandang hina agama lain atau bahkan saudara seagama
tapi lain pemahaman dengannya, atau terlalu longgar sehingga tidak
memperhatikan sunnah-sunnah dalam ibadah melainkan hanya yang wajib itupun
dengan memilah-milah mana yang paling mudah dilakukan dan sesuai dengan selera
bukan seperti yang dituntunkan oleh Rasulullah saw.
Inilah
asal muasal timbulnya ajaran sesat yang tidak sesuai sebenarnya dengan ajaran
Islam, begitupula dengan hati nurani dan fitrah manusia. Maka oleh sebab itu
kalau kita ingin bicara tentang fitrah, atau ingin mengetahui ajaran yang
sesuai dengan batasan naluri manusia, maka tidak adal jalan lain selain kembali
pada ajaran Islam yang murni, sebab agama yang paling baik adalah agama yang
tidak terdapat didalamnya suatu ajaran pun yang bertentangan dengan fitrah
manusia.
0 komentar:
Posting Komentar